“Misalkan, warna putih mungkin berasal dari paparan bagian dalam inti hasil campuran zat kimia itu,” katanya.
Menurutnya, lapisan warna putih itu sangat rapuh dan tidak tahan lama. Atas dasar ini, lapisan tersebut berada dalam lapisan batuan berwarna hitam yang menyelimutinya. Artinya, batuan berwarna putih itu tak abadi dan bisa menghilang seiring waktu, sehingga kelak hanya tersisa batuan berwarna hitam saja.
Oleh karena itu, dalam narasi Hajar Aswad terkait perubahan warna memang benar bisa ada penjelasannya secara sains. Berarti, bukan disebabkan oleh penyerapan dosa-dosa manusia. Sementara, bintik-bintik putih yang berada dalam Hajar Aswad kiwari merupakan sisa-sisa kaca dan batu pasir.
“Batu meteor itu kemungkinan batu yang sama dengan Hajar Aswad,” tulis Thomsen.
Pembuktian empirik lain juga menyangkut usia batu. Penelitian lain menjelaskan usia batu tersebut sesuai dengan jangkauan pengamatan orang Arab kuno. Kemungkinan besar, batuan tersebut dibawa ke Makkah melalui jalur dari Oman.
Namun, teori Hajar Aswad berasal dari batu meteor juga punya kelemahan. Peneliti itu menyebut batu meteor tak bisa mengapung, tak bisa pecah menjadi pecahan kecil, hingga sulit menahan erosi.
Akan tetapi, sejauh ini teori paling dekat terkait Hajar Aswad adalah teori meteorit, sehingga kata Thomsen akan lebih tepat untuk meneliti material yang berasal dari meteor. (cnbc)