Padang – Pengusaha nasional asal Sumatera Barat (Sumbar), Ekos Albar, diundang jadi pembicara pada rapat kerja (raker) pesantren Muhammadiyah se-Sumbar di Pesantren Kauman, Padang Panjang, Jumat (13/9/2024). Dalam kegiatan itu Ekos akan membahas “Pengembangan Bisnis dan Entrepreneurship Pondok Pesantren”.
Ekos mengatakan bahwa tantangan zaman yang makin kompleks mengharuskan institusi pendidikan, termasuk pesantren, tidak hanya melahirkan lulusan yang memiliki ilmu yang sesuai dengan jurusannya. Menurutnya, institusi pendidikan juga diharapkan melahirkan lulusan yang memiliki ilmu yang berguna secara praktis untuk mengembangkan diri atau setidaknya untuk bertahan hidup. Salah satu ilmu tersebut ialah ilmu kewirausahaan (entrepreneurship).
“Kompleksitas zaman mengharuskan pesantren untuk mencetak generasi unggulan yang serba bisa dan tangguh dalam meningkatkan perekonomian umat. Untuk mencapai tujuan itu, salah satu cara yang bisa dilakukan pesantren ialah memasukkan muatan pembelajaran dengan menambahkan materi-materi di bidang kewirausahaan. Yang tak kalah lebih penting dari materi itu ialah bahwa pesantren harus mempraktikkan wirausaha itu sendiri dengan melibatkan santri,” tutur mantan Wakil Wali Kota Padang itu.
Ekos melihat belakang ini pesantren wirausaha dan kewirausahaan di pesantren menjadi tren di dunia pesantren. Dengan pesantren wirausaha, santri tidak hanya punya bekal ilmu agama, tetapi juga memiliki modal ilmu wirausaha dan pengalaman berwirausaha, yang dapat mereka gunakan setelah lulus dari pesantren.
Tren pesantren wirausaha, kata Ekos, menggeser citra pesantren, dari yang hanya sebagai institusi pendidikan keagaamaan menjadi institusi yang juga merangkap lembawa kewirausahaan. Ekos melihat di Pulau Jawa sejumlah pesantren sudah punya usaha yang menambah kas pesantren dari hasil usaha selain dari uang sekolah santri.
Mengenai wirausaha, kata Ekos, Muhammadiyah jelas teruji dan berpengalaman. Ada banyak unit bisnis Muhammadiyah, dari sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, hotel, dan lembaga keuangan. Muhammdiyah mengelola 3.334 sekolah dari tingkat SD hingg SLTA, 172 perguruan tinggi, 123 rumah sakit, 300 pelayanan kesehatan, 132 jaringan lembaga keuangan mikro.
“Jadi, tidak mungkin mengajari Muhammadiyah berwirausaha. Namun, kalau boleh berbagi pengalaman sebagai pengusaha, saya memahami bahwa pelaku wirausaha harus pandai melihat peluang usaha. Pesantren sebaiknya berwirausaha dengan berbasis potensi dan kebutuhan pesantren itu sendiri,” ujar kader Muhammadiyah itu.