SUMBARKITA.ID — Provinsi Jawa Barat masih membutuhkan aksi nyata untuk percepatan penurunan stunting hingga 14 persen pada 2024 mendatang. Saat ini, prevalensi stunting Jawa Barat berada di 20,2 persen, turun 4,3 persen dari tahun 2021. Hal itu disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui sambutannya yang dibacakan oleh Pelaksana Harian Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, drg. Juanita Patricia Fatima, MKM pada acara Webinar Nasional ‘Bidan Sebagai Garda Terdepan Dalam Mewujudkan Masyarakat dan Mengawal Generasi Emas 2045’ yang diselenggarakan oleh Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat dengan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI), pada Rabu (26/07/2023).
Selain stunting, hal lain yang masih menjadi perhatian Jawa Barat adalah persoalan-persoalan gizi yang dapat berdampak pada obesitas dan diabetes, yang diakibatkan oleh minimnya pengetahuan masyarakat serta kesalahan pemberian asupan anak.
“Saat ini masih kurang peran masyarakat dalam mendapatkan informasi yang baik terkait gizi serta kebiasaan-kebiasaan yang sulit diubah, misalnya penggunaan kental manis sebagai susu anak,” seperti dikutip dari sambutan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Lebih lanjut, Ridwan berharap bidan dapat mengambil peran strategis dalam perbaikan gizi anak.
“Obesitas dan diabetes dan penyakit lainnya adalah masalah yang harus kita selesaikan bersama. Karena itu bidan diharapkan dapat memberikan pendampingan dan informasi gizi seperti edukasi tentang penggunaan kental manis yang tidak tepat di masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Tim Kerja Kesehatan Maternal, Neonatal dan Penurunan AKI AKB Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Laila Mahmudah, MPH menjelaskan, peran strategis bidan yang dapat dilakukan yaitu berupa pembinaan Posyandu dan penguatan kapasitas kader, menginisiasi hadirnya kelompok-kelompok penggerak kesehatan di masyarakat, kelas-kelas edukasi untuk remaja, ibu hamil dan balita.
“Bidan juga mempunyai peran dalam membantu masyarakat mengenali masalah gizi dan kesehatan di wilayahnya, serta menentukan prioritas intervensi gizi dan kesehatan, mendampingi masyarakat untuk mengenali potensi pendukung gizi dan kesehatan di wilayahnya, sehingga terciptanya inovasi daerah yang memanfaatkan kearifan lokal,” ujar Laila dikutip keterangannya, Sabtu (29/7/2023).
Ia menjelaskan, penyuka makanan minuman manis khususnya kental manis itu cenderung dapat terkena diabetes. Risiko dari konsumsi susu kental manis terhadap diabetes yaitu terlihat dari tingginya kadar gula pada penderita diabetes.
“Apalagi jika ditambah dengan mengkonsumsi makanan lain yang kurang baik kemudian pola hidup anak yang sekarang kita tahu, ya anak lebih sering bermain gadget, kemudian yang kurang aktivitas fisik itu biasanya menambah risiko terjadinya diabetes pada anak,” ucapnya lagi.
Ketua IBI Provinsi Jawa Barat, Eva Riantini, mengatakan, untuk meningkatkan kualitas generasi masa depan, harus dilakukan secara bersama-sama oleh berbagai pihak dengan mengubah pemikiran masyarakat yang saat ini masih menganggap bahwa kental manis merupakan susu.
“Masyarakat perlu mengetahui bahwa kental manis bukan merupakan produk susu. Seluruh stakeholder dan pihak-pihak terkait perlu meyakinkan kepada masyarakat bahwa hal tersebut tidak baik untuk anak-anak, terlebih untuk jangka panjang generasi muda,” ujar Eva.
Sebagai salah satu organisasi yang peduli akan kesejahteraan masyarakat, Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia berkolaborasi dengan Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Jawa Barat melalui program “Bidan Sahabat Ibu dan Anak”. Program ini bertujuan untuk memberikan pembekalan kepada anggota IBI cabang provinsi Jawa Barat, guna meningkatkan literasi gizi dan memberikan dukungan bagi para ibu dan anak.
Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat, mengatakan, YAICI bersama para mitra telah melakukan sosialisasi, penelitian dan pencarian fakta lapangan terkait gizi balita dan kebiasaan konsumsi masyarakat.
“Dari berbagai persoalan yang ditemukan, dapat disimpulkan bahwa alasan ekonomi, minim edukasi dan kebiasaan telah menggiring masyarakat memilih alternatif pangan yang murah, mudah dan instan untuk anak, yang terlihat dari benang merah temuan di berbagai daerah, kebiasaan konsumsi kental manis oleh balita,” kata Arif.
“Dengan semakin meningkatnya peran bidan dalam masyarakat, terutama dalam upaya pencegahan stunting dan obesitas pada anak, diharapkan Indonesia dapat mencapai tujuan mulia Indonesia Emas 2045 dalam bidang kesehatan ibu dan anak. Edukasi dan kolaborasi antara organisasi dan pemerintah akan menjadi kunci penting dalam mencapai cita-cita tersebut,” ucapnya lagi. ***