Mereka mengaku tidak ada maksud untuk mencoreng pakaian adat Minangkabau, melainkan untuk menyuarakan darurat LGBT di lingkungan masyarakat.
Dilansir dari Instagram Sudut Payakumbuh, berikut Sumbarkita lampirkan isi klarifikasi dan permintaan maaf dari kedua peserta pawai itu:
“Assalammualaikum wr wb, kami berdua selaku yang memakai baju pengantin dunia terbalik, meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada niniak mamak, alim ulama, bundo kanduang dan masyarakat Kecamatan Lareh Sago Halaban, Kabupaten Lima Puluh Kota dan Sumatera Barat Umumnya.
Kami memakai pakaian tersebut bukan untuk mencoreng pakaian adat Minangkabau khususnya, melainkan untuk menyuarakan bahwa LGBT sudah merajalela di lingkungan masyarakat dan menolak keras adanya LGBT di lingkungan masyarakat dengan cara membuka seluruh aksesoris perempuan yang ada pada bagian laki-laki di hadapan masyarakat umum pada waktu acara pawai alegoris tersebut, itu menandakan kami menolak keras ada nya LGBT dilingkungan ini.
Dengan itu kami meminta maaf sebesar-besarnya atas kesalahpahaman ini dan juga memohon maaf atas perbuatan serta perlakuan kami yang telah membuat viral dunia maya ini.
Kami memohon maaf agar semua ini menjadi pelajaran kami kedepannya agar bisa di maklumi, akhir kata kami ucapkan wassalammualaikum wr wb,“