Salah satu tuntutan kaum buruh hari ini yakni, pencabutan UU Cipta Kerja, yang dianggap tidak berpihak ke kaum buruh. Menurutnya isu-isu terkait UU Cipta Kerja hanya berpihak kepada pemodal dan sangat merugikan kaum buruh.
“Jadi dalam UU Cipta Kerja itu ada salah satu klaster yang menginginkan buruh keluar dari sana,” tandasnya.
Salah satu yang merugikan buruh dalam UU Ciptaker itu adalah soal pesangon yang dipangkas dan persoalan Upah Minimum Provinsi (UMP).
“UMP itu tidak signifikan naik, dalam UU Ketenagakerjaan masih ada kenaikan 5 sampai 10 persen, dengan adanya UU Cipta Kerja, UMP itu hanya naik 2 persen sehingga daya beli masyarakat jadi kurang,” ucapnya.
Kendati demikian, dengan kondisi itu, ia menilai Gubernur tidak punya power lagi membuat kebijakan karena kebijakan hanya ada di pusat.
Ia berharap UU Cipta Kerja dan masalah outsourcing harus dihapuskan karena outsourcing adalah cara pemerintah bersama oligarki membuat modern slavery kepada rakyat.
“Cara kerja modern slavery ini adalah bentuk imprealisme atau penjajahan secara tidak nyata tapi nyata,” pungkasnya.
Tidak hanya itu, dalam aksi tersebut, mahasiswa dan Serikat Buruh Sumbar juga mencegah adanya eksploitasi kerja, yakni tuntutan 8 jam.
Kemudian tuntutan BPJS Ketenagakerjaan. Dalam hal ini, pemerintah memberi jaminan kesehatan, keselamatan, dan keamanan kerja agar seluruh pekerja di Indonesia terlindungi dari kekerasan di lingkungan kerjanya.
Yos beranggapan bahwa tanpa BPJS Ketenagakerjaan maka keselamatan buruh tidak akan terjamin.
