Oleh: Shilva Lioni
Kajian makna selalu menjadi hal menarik untuk dibahas. Berbicara tentang makna dalam sudut pandang ilmu bahasa tidak akan ada habisnya, baik itu dari sisi logika, konsep, persamaan, perbedaan, serta komponen pembentuknya.
Makna merupakan sebuah hal yang kompleks. Makna tidak terlepas dari bagaimana sesuatu hal yakni sebuah konsep dipahami dan diinterpretasikan dimana seringkali berbagai kondisi diduga hadir dan melatar-belakangi sebuah bentuk pemahaman.
Berbicara tentang konsep dan makna, terdapat sebuah fenomena menarik dewasa ini yang menarik untuk dibahas lebih lanjut yakni terkait konsep dan makna pada “penilaian”. Jika dimunculkan dalam kebudayaan masyarakat kita, terlebih dalam konteks untuk menilai seorang individu baik itu meliputi pribadi, kinerja, capaian, dan sebagainya, penilaian menjadi hal yang tabu untuk dilakukan terlebih jika hal tersebut dilakukan secara langsung dan terang-terangan.
Seringkali akan banyak orang yang kemudian merasa tersinggung dan tidak elok ketika dinilai oleh seseorang. Padahal jika dicermati secara lebih mendalam, jauh melebihi dari sekedar validasi angka dan kuantitas, penilaian yang baik justru lahir dari sebuah proses kematangan dan ketajaman berpikir dalam membaca sebuah hal, kebijaksanaan dalam pertimbangan, dan kepedulian untuk mengenal suatu hal.
Lebih lanjut, penilaian memperlihatkan sebuah proses dalam mengenal sebuah hal secara lebih mendalam. Sebagaimana “penilaian” dapat diartikan dalam KBBI yakni sebagai sebuah proses, cara, perbuatan menilai, pemberian nilai (biji, kadar mutu, harga), dan penelaahan dengan lengkap.
Penilaian pada dasarnya tidak hanya diperuntukkan dan dapat merepresentasikan pihak yang dinilai saja namun juga secara bersamaan dapat merepresentasikan pihak yang melakukan penilaian yakni seperti apakah individu tersebut, apakah yang menyampaikan mampu mempertanggung jawabkan hasil penilaian yang dilakukannya, apakah individu tersebut sudah mampu membaca dan mempertimbangkan segala aspek secara bijak, dan seperti seberapa dalam dia telah mengenal aspek yang dinilainya tersebut.
Dalam dunia akademik, penilaian bahkan menjadi suatu hal yang lazim dan tak terelakkan untuk dilakukan. Bukan hanya sekali, bahkan seorang pengajar perlu melaksanakan dan melakukan proses penilaian secara berulang demi kemudian dapat mengenal, melihat, dan memantau perkembangan kemampuan yang dimiliki oleh anak didiknya secara lebih baik. Tidak hanya itu, penilaian bahkan turut menjadi penting bagi seorang akademisi dalam melakukan studi, riset, analisis, dan review terhadap masalah dan fenomena keilmuan maupun mengkaji literatur terdahulu.
Konsep penilaian dalam hal ini digunakan sebagai sebuah konsep dan skill dalam menyortir dan menilai sebuah bacaan dan informasi dengan tujuan mempertanyakan apakah informasi atau bacaan tersebut telah tepat, terpercaya, dan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kedalaman pada kemampuan penilaian yang baik pada dasarnya akan melahirkan seorang yang bijak karena melaluinya dan didalamnya seseorang belajar dan melewati sebuah proses tentang bagaimana mengenal dan mendalami sesuatu dengan baik dan komprehensif sehingga kemudian yang bersangkutan mampu memberikan pendapat dan nilai angka untuk sebuah hal.
Selanjutnya jika diuraikan lebih rinci, kita dapat mengurai tahapan yang akan dilewati oleh seseorang dalam melakukan sebuah proses penilaian diantaranya yakni i) mengenal, ii) memahami, kemudian baru iii) menilai.
Menilai pada dasarnya adalah kemampuan dasar yang dimiliki oleh setiap individu dimana kehadirannya berlaku dalam segala bidang dalam kehidupan. Dalam mengambil langkah dan memutuskan sebuah hal, baik itu jodoh, pekerjaan, dan sebagainya seseorang individu tentu memiliki indikator penilaiannya masing-masing.
“Penilaian” pada dasarnya merupakan interaksi positif yang terjadi antar individu karena dengannyalah kita menjadi paham bahwasanya orang yang menilai kita adalah orang yang mau mengenal kita karena tentu akan menjadi hal yang mustahil bagi seseorang untuk berani menilai sebuah hal tanpa kenal dan paham tentang hal tersebut terlebih dahulu.
*
Shilva Lioni, Dosen Program Studi Sastra Inggris Universitas Andalas