Oleh: Afifalghifari Fatira
Era digital telah membawa transformasi dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang perpajakan. Perkembangan teknologi saat ini menuntut adanya efisiensi dan integrasi. Efisiensi merupakan asas-asas pemungutan pajak atau sering disebut “The Four Maxims” sebagaimana dikemukakan Adam Smith.
Meskipun demikian, tidak dapat dimungkiri bahwa masih terdapat masalah dalam efisiensi dan integrasi dalam sistem perpajakan di Indonesia. Proses administrasi manual yang memakan waktu, data yang tidak terintegrasi, dan kompleksitas dalam kewajiban perpajakan dapat membuat rendahnya kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, rendahnya kepatuhan wajib pajak dapat disebabkan oleh sistem administrasi perpajakan yang rumit. Oleh karena itu, Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax menjadi alasan utama pemerintah, khususnya Direktorat Jenderal Pajak, menyempurnakan sistem perpajakan di Indonesia.
Apa itu Coretax?
Coretax adalah sistem inti administrasi perpajakan terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menggantikan sistem administrasi lama, yang sebagian besar masih bergantung pada proses manual. Coretax memungkinkan Wajib Pajak untuk menunaikan semua kewajiban pajak, yaitu pendaftaran, penghitungan, pembayaran, dan pelaporan berbasis digital.
Pengembangan Coretax diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018 tentang Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan. Coretax mulai diimplementasikan secara resmi oleh Direktorat Jenderal Pajak pada 1 Januari 2025.
Apa perbedaan Coretax dengan Sistem Administrasi Pajak yang lama? Pertama, penyelarasan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sistem Cortax akan menyelaraskan NPWP wajib pajak warga negara Indonesia dengan nomor induk kependudukan (NIK). Untuk NPWP wajib pajak warga negara asing dan NPWP badan serta instansi, pemerintah menambahkan angka 0 di depan format lama NPWP. Penyelarasan itu dilakukan agar wajib pajak tidak perlu lagi mengingat dua nomor yang berbeda dan memudahkan integrasi data perpajakan dengan pihak ketiga.
Kedua, perubahan dari NPWP cabang menjadi nomor identitas tempat kegiatan usaha (NITKU). Pada sistem Coretax, unit cabang tidak lagi memakai NPWP dengan entitas yang berbeda dari NPWP pusat atau induknya. Adanya penyederhanaan itu mengakibatkan satu NPWP untuk satu entitas, yaitu pusat dan cabang. Namun, untuk membedakan pusat dan cabang, akan diberikan identitas berupa NITKU.
Manfaat perubahan itu ialah menyederhanakan administrasi perpajakan antara pusat dan unit cabang. Walaupun satu entitas tersebut memiliki ratusan hingga ribuan cabang, semuanya menjalankan kewajiban perpajakan menggunakan satu nomor identitas yang sama. Hal itu memudahkan wajib pajak melakukan konsolidasi maupun pelaporan surat pemberitahuan tahunan. Dari segi pemerintah, Direktorat Jenderal Pajak dapat dengan mudah mengawasi kepatuhan wajib pajak pusat dan cabang.