SUMBARKITA.ID — Perhimpunan Sarjana Kesehatan dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) mempertanyakan tanggung jawab pemerintah atas banyaknya orang terpapar Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri meninggal dunia.
Ketua Umum Persakmi Ridwan Amiruddin mengatakan, orang-orang yang menjalani isolasi mandiri tetap harus diperhatikan karena kondisi kesehatan mereka dapat memburuk seketika.
“Isolasi mandiri itu adalah tanggung jawab negara karena yang isolasi mandiri itu adalah warga yang sehat yang perlu penanganan juga karena setiap saat bisa mengalami perburukan dan berakhir dengan kematian,” kata Ridwan dalam diskusi Polemik MNC Trijaya, dikutip dari Kompas.com, Sabtu (24/7/2021).
Ridwan menegaskan, pemerintah mesti hadir mengelola isolasi mandiri dan tidak boleh berlindung dalam peraturan yang dibuat Kementerian Kesehatan bahwa hanya pasien bergejala sedang dan berat yang masuk ke rumah sakit.
Ia menuturkan, sudah ada ribuan orang meninggal dunia saat menjalani isolasi mandiri karena kondisi mereka tidak termonitor dengan baik dan tidak mendapat pelayanan optimal ketika kondisi kesehatan memburuk.
Menurut Ridwan, pemerintah terkesan melempar tanggung jawab penanganan orang-orang yang isolasi mandiri kepada warga, padahal mereka juga warga negara yang harus menjadi tanggung jawab pemerintah.
“Sekarang ini kita menyerahkan isolasi mandiri ke warga, terutama untuk yang gejala ringan dan sedang, apa yang terjadi kemudian? Itu menjadi jalan sunyi kematian, 1.200 lebih warga meninggal di tempat isolasi mandirinya,” kata dia.
Untuk itu, ia mendorong pemerintah agar kembali membuat tempat-tempat isolasi yang terpusat dan terkontrol agar tidak jatuh korban yang lebih banyak.
Sebelumnya, LaporCovid-19 melaporkan bahwa hingga Kamis (22/7/2021) ada 2.313 orang yang meninggal di luar rumah sakit saat menjalani isolasi mandiri.
Data analyst LaporCovid-19 Said Fariz Hibban mengatakan, angka tersebut merupakan hasil pendataan di semua provinsi di Indonesia. Adapun angka kematian isolasi mandiri paling banyak terjadi di DKI Jakarta.
“Yang baru saya dapatkan hari ini dari rekan Dinkes DKI yang angka ini rentang awal Juni sampai 21 Juli sebesar 1.161 kasus, jadi ada 1.214 kasus setelah digabungkan dengan data temuan kita,” kata Said dalam keterangan pers secara virtual, Kamis (22/7/2021). (*/sk)