SUMBARKITA.ID – Tahapan demi tahapan sudah banyak dilalui menuju Pemilu 2024 yang akan dilangsungkan pada 14 Februari 2024 mendatang. Dimana pada waktu itu Indonesia akan menentukan pemimpin bangsa ini hingga wakil rakyatnya untuk lima tahun kedepan.
Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat dan Hubungan Lembaga Bawaslu Pasaman Barat, Aditia Pratama melihat politik identitas masih menjadi polemik dalam pemilu di masyarakat. Dia mengimbau kepada peserta pemilu untuk tidak menggunakan politik identitas dalam menjatuhkan kandidat lawan politik.
Menurutnya, ada tahapan paling menantang yang akan dihadapi masyarakat yakni selama 75 hari terhitung mundur dari tiga hari sebelum hari tenang.
“Kenapa dikatakan menantang, karena pada tahapan ini masyarakat akan dikunjungi atau dikumpulkan oleh para peserta pemilu dalam ajang penyampaian visi dan misi serta program-programnya nanti jika terpilih,” katanya di Simpang Empat, Kamis (10/8/2023).
Aditia menyebut, menghina identitas lainnya atau menggunakan politik identitas guna melawan kandidat politiknya dalam tahapan pemilu berpotensi menimbulkan perpecahan. Dalam politik identitas, lanjut dia, termasuk politisasi SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan) harus dihindari karena berdampak negatif bagi demokrasi Indonesia.
“Jangan sampai perpecahan terjadi karena perbedaan pendapat. Kita harus jaga kesatuan kebhinekaan di Pasaman Barat, dimana kita terdiri dari berbagai suku di Pasaman Barat ini,” ujarnya.
Menurutnya pencegahan politik identitas diberikan dari edukasi publik terhadap perbedaan pilihan politik.
“Masyarakat harus diberitahu bahwa perbedaan bukan masalah, yang menjadi masalah ketika perbedaan pilihan itu dipermasalahkan bahkan sampai dihina,” ungkapnya.
Disamping itu, ia juga menjelaskan bahwa nantinya akan ada tahapan kampanye. Dimana kampanye ini adalah sebagai alat untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat pemilih di Kabupaten Pasaman Barat agar pemilih simpatik dan malahan empatik terhadap masing-masing Calon Legislatif (Caleg) tersebut.
“Tentu tujuannya agar pemilih mau untuk datang ke TPS pada hari pencoblosan dan pemilih bisa memberikan hak suaranya secara cerdas dan arif di bilik suara,” ucapnya.
Hal ini menurut Aditia juga sebagai salah satu bentuk perwujudan nilai demokrasi sebagaimana amanat dari Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang berbunyi “Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”.
Tentu aplikasinya adalah dengan melaksanakan Pemilihan Umum, dengan melibatkan rakyat secara langsung untuk memilih orang-orang yang akan mewakili mereka nantinya. Artinya, masyarakat diberikan kewenangan yang cukup luas untuk memilih dan menentukan wakilnya. Oleh karena itu, untuk bisa memperoleh dukungan dari rakyat, peserta pemilu akan melakukan cara-cara tertentu.
Cara-cara tertentu yang dilaksanakan pun beragam, baik dengan cara yang baik dan benar serta diperbolehkan oleh Undang-undang, hingga cara-cara yang tidak baik dan cenderung mengarah kepada pelanggaran.
“Salah satu contoh yang tidak baik adalah Politik Identitas. Namun, dalam tahun politik saat ini, itu harus menjadi perhatian dan antispasi karena dinilai dapat menggerus kualitas demokrasi ini. Sehingga politik identitas, menjadi salah satu objek dalam pengawasan dilakukan Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) di tahun 2024,” jelasnya.
Politik identitas dalam definisi, adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau yang lainnya untuk tujuan tertentu, misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut.
Identitas dipolitisasi melalui interpretasi secara ekstrim yang bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa sama, baik secara ras, etnisitas, agama, maupun elemen perekat lainnya. Hal itu, tidak lepas dari politik identitas ini dan merujuk pada praktik politik yang mengacu pada identitas kelompok tertentu.
Hal itulah yang dimaksudnya dapat membuat perpecahan di tengah masyarakat. Sedangkan di tanah air ini, sangat menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika adalah moto atau semboyan bangsa Indonesia yang tertulis pada lambang negar Garuda Pancasila.
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang Menegaskan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika Frasa ini berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya adalah “Walaupun Berbeda-beda tetapi tetap satu”.
Sehingga semboyan tersebut sangat bertolak belakang dengan keberadaan politik identitas. Termasuk di Kabupaten Pasaman barat yang merupakan daerah dengan pemilihnya heterogen, dimana ada pemilih dengan suku Mandailing, Minang, dan Jawa. Begitu juga dengan agama sangat beragam, bukan hanya agama islam, walaupun islam sebagai agama mayoritas, tapi ada agama kristen protestan dan katolik.
Sementara itu, secara umum jumlah pemilih di Kabupaten Pasaman Barat sebanyak 296.254 pemilih. Jumlah itu didominasi oleh pemilih milenial dengan kategori usia 28-43 tahun sebanyak 102.814 pemilih. ***