PADANG, SUMBARKITA.ID – Bukit Lantiak yang terletak di Kelurahan Subarang Palinggam, Kecamatan Padang Selatan, Kota Padang memiliki perjalanan sejarah yang panjang.
Sejak Datuak Nan Salapan membuka Batang Arau sebagai pusat perdagangan kota Padang di abad ke 16, aktivitas perekonomian di disepanjang belantaran sungai Batang Arau kian meningkat.
Wilayah-wilayah disekitar Batang Arau menjadi ramai jauh sebelum VOC datang, seperti Teluk Bayur, Mato aia, Palinggam, Muaro Padang dan wilayah lainnya.
Sebelum VOC mendominasi kawasan wilayah sekitar Batang Arau, kerajaan Aceh pernah duduk berkuasa disini. Namun, tahtanya tak begitu lama. Hanya 44 tahun. Kerajaan Aceh berhasil diusir oleh para Datuak dan pribumi setelah berkompromi dengan VOC.
VOC paham betul dengan potensi disekitar wilayah Batang Arau. Seperti Bukit Lantiak. Letaknya yang strategis, dimanfaatkan sedemikian rupa untuk kepentingan ekonomi.
Seperti halnya, menjadikan Bukit Lantiak sebagai daerah penghubung Teluk Bayur dan Batang Arau. Kemudian sebagai kebun cengkeh dan tempat militer untuk memantau gerakan musuh yang datang dari laut maupun darat.
Tak hanya VOC dan pemerintahan Hindia Belanda, jejak peninggalan jepang dan masa PRRI juga masih bisa ditemukan disini. Ini bukti, Bukit Lantiak kaya akan perjalanan sejarah Kota Padang.
Saat kelompok Pemuda Peduli Cagar Budaya Kota Padang melakukan penelusuran di bukit ini pada Minggu (21/8/2022), ditemukan banyak peninggalan sejarah bukit ini.
Rombongan yang beranggotakan 13 orang langsung dipimpin oleh Seksi Cagar Budaya dan Permuseuman Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang, Marshalleh Adaz. Dimana turut membawa Sejarawan, Arkeolog dan mahasiswa.
Jejak pertama yang ditemukan disini adalah rumah Gadang suku Tanjung yang datang dari Batang Gasan, Padang Pariaman. Sebuah bukti sejarah yang banyak perantau yang datang ke Kota Padang. Apalagi orang Piaman sangat terkenal sejak dulu sebagai seorang pedagang.
Pemilihan lokasi rumah gadang di pinggang bukit ini oleh para tetua suku Tanjung tidak lain karena aktivitas pertanian, perkebunan dan perdagangan.
Di bukit Lantiak ada ladang Cengkeh yang cukup luas. Para tetua suku Tanjung memainkan peran perdagangan rempah-rempah dengan zona segitiga bermuda perdagangan Kota Padang yakni Batang Arau, Teluk Bayur dan Palinggam.
Bukti kejayaan orang-orang suku Tanjung dalam perdagangan masa dulu juga bisa dilihat dari sebuah lembaran foto tahun 1927 di rumah gadang tersebut.
Beberapa orang suku Tanjung foto bersama di depan Netherlandsch Indische Escompto yang sekarang dikenal sebagai Bank Mandiri. Sebuah bukti, orang Suku Tanjung memiliki peran dalam proses perekonomian dan keuangan pada masa itu.
Kemudian beralih ke ke tengah bukit. Disini terdapat kuburan China yang cukup luas. Konon, yang dimakamkan tokoh masyarakat yang bernama Lie Saay yang berasal dari Marga Lie.
Lie Saay adalah saudagar yang memiliki peran besar dalam membangun Pasar Raya Padang.
Kuburan ini cukup luas. Diperkirakan berukuran 20×15 meter. Ada patung singa di kiri dan kanan makam. Dan batu nisan bertuliskan huruf China.
“Yang dikubur disini, saudagar China. Kabarnya dia orang pertama yang mencetuskan Pasar Raya Padang. Beliau ini saudagar kaya. Karena ketokohan dan kekayaannya, diangkat oleh Belanda sebagai militer dengan pangkat Mayor,” kata Masri (77), salah seorang penghuni Bukit Lantiak kepada SUMBARKITA.ID.
Masri juga mengatakan setiap tahun, keturunan dari Marga Lie kerap berziarah dan membersihkan areal makam. Sampai saat ini kondisi makam masih terawat walaupun sudah berusia ratusan tahun.
“Ini makam sudah ada sejak tahun 1800-an. Tapi tahun berapa pastinya saya tidak tahu. Karena sebelum ayah saya lahir, ini makam sudah ada juga. Tiap tahun keturunan marga Lie datang dan merawatnya,” kata Masri lagi.
Diceritakan Masri, Bukit Lantiak ini banyak peninggalan sejarah. Seperti Batu Catuih. Dimana dibatu ini ada tulisan arab melayu dan tulisan China. Lokasinya di Puncak Bukit.
Saat diamati, sudah terjadi Vandalisme di Batu Catuih tersebut. Banyak tulisan tambahan yang dibuat setelah Kemerdekaan RI. Seperti tulisan PRRI tahun 1958.
“Di Batu Catuih, memang ada tulisan kuno Arab Melayu dan huruf China. Ada juga simbol-sombol. Namun, sudah ada Vandalisme disana. Ada tulisan tambahan setelah Kemerdekaan RI. Seperti ada tulisan PRRI 1958 disana,” kata Arkeolog, Alfa Noranda yang ikut dalam tim.
Adanya tulisan PRRI 1958, menguatkan dugaan bahwa Bukti Lantiak pernah menjadi jalur perjuangan Tentara PRRI sat Kota Padang bergejolak dengan pasukan APRI tahun 1958-1961. Sebuah perang saudara antara militer daerah dengan militer pusat.
Selain itu, disekitar bukit Lantiak juga ada dua buah Bungker Jepang. Masyarakat setempat kerap mendengar deburan ombak Pantai Padang jika berdiri di depan pintu.
“Sepertinya lubang Jepang ini terhubung dengan lubang yang di Gunung Padang. Karena kalau berdiri didepan pintu, terdengar deburan ombak,” kata Masri lagi.
Pernah warga setempat masuk ke lubang Jepang tersebut, namun baru saja masuk 200 meter sudah kehilangan oksigen. Akhirnya diputuskan untuk putar balik. Sampai sat ini belum ada yang pernah membuktikan atau memetakan jalur lubang jepang tersebut. (*)
Editor : Hajrafiv Satya Nugraha