SUMBARKITA.ID – Habitat harimau di Sumbar disebut kian menipis dan tidak cukup luas untuk mendukung populasi satwa dilindungi itu bisa terus hidup di hutan secara ideal. Kondisi demikian membuat masyarakat di sejumlah daerah di Sumbar khususnya Agam akan terus bergesekan dengan binatang buas jika tidak segera dicarikan solusi.
Hal itu dikatakan Pegiat Konservasi Harimau, Beebah Hariyo T Wibisono. Ia menyebut kini tidak ada satupun habitat harimau di Sumbar yang cukup luas untuk mendukung populasi satwa ini hidup secara ideal. konflik yang sempat terjadi di Agam, tepatnya di Baringin, Nagari Sungai Tanang merupakan bukti kerusakan habitat harimau di kawasan itu.
“Kondisi hutan sisa di hamparan Malampah hingga ke Agam itu sudah tidak layak lagi untuk harimau. Teman-teman di Sumbar itu akan selalu berurusan dengan harimau (konflik),” katanya seperti dimuat situs konservasi alam Mongabai.co.id, Selasa (21/11/2022)/
Ia juga menyebut setiap konflik yang terjadi selama ini diselesaikan dengan penangkapan dan pemindahan satwa. Padahal menurutnya cara ini merupakan upaya terakhir dalam menyelesaikan konflik manusia dengan harimau.
Beebah menyarankan agar BKSDA Sumbar dapat mempertahan luas hutan yang masih tersisa saat ini dalam menangani konflik satwa dengan manusia.
“Lalu, mengurangi semaksimal mungkin tekanan manusia terhadap ekosistem hutan. Misal, perburuan satwa mangsa, air sehat, dan segala sesuatu yang dapat menurunkan kualitas ekosistem hutan.
Selanjutnya, BKSDA Sumbar dapat membangun sosial koridor dengan bekerja sama dengan masyarakat untuk sedapat mungkin mengalokasikan lahan-lahan kelolaan masyakarat sebagai perluasan daerah jelajah harimau dan konektivitas fisik di antara petak hutan tersisa.
“Di lapangan kami melakukan survei di kawasan nonhutan, khususnya di Malampah. Di sana kami meneliti apakah harimau menggunakan kawasan itu apa tidak karena cukup sering terjadi perjumpaan,” kata Beebah.
Penelitian itu juga untuk melihat faktor penyebab harimau sering keluar dan masuk ke daerah permukiman warga.
“Harus ada analisis karena tanpa itu akan sulit menangani konflik. Yang terjadi akhirnya bukan preventif tapi reaktif. Jika sudah ada konflik baru reaksi jadi sulit, karena memang informasi-informasi penggunaan ruang oleh harimau masih belum banyak kita ketahui di Sumbar,” kata dia.
