Sumbarkita – Badan Pusat Statistik (BPS) menetapkan garis kemiskinan di Indonesia pada September 2024 adalah Rp595.242. Artinya mereka yang pengeluarannya per kapita per hari di atas Rp20.000 bukanlah masyarakat miskin. Standar ini kembali disorot usai Bank Dunia menetapkan batas garis kemiskinan RI adalah Rp32.579,7 per kapita per hari.
Untuk diketahui, garis kemiskinan ini mencerminkan jumlah pengeluaran minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan dan non-makanan.
Data BPS, per September 2024 menunjukkan ada 8,57 persen orang miskin di Indonesia atau setara dengan 24,06 juta. Sementara Bank Dunia menyebut jumlah orang miskin di Indonesia sekitar 172 juta atau 60,3 persen.
Jurnalis Dandhy Laksono bertanya soal siapa yang lebih dipercaya soal standar kemiskinan tersebut.
“Percaya Bank Dunia atau pemerintah?” kata Dandhy dikutip dari unggahannya di X, Rabu (30/4).
Ia menjelaskan, kriteria kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia adalah konsekuensi dari status Indonesia yang telah masuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas (upper midle income country), sekitar 6,1 juta rupiah per bulan.
“Kalau pemerintah Indonesia senang kongkow dan seremoni dengan negara-negara G20, apalagi mengaku “macan Asia”, harusnya status ini bisa diterima karena memang lebih pas,” imbuhnya.
Karenanya, lanjut Dandhy, yang dipakai untuk mengukur kemiskinan, tak bisa pakai standar negara berpenghasilan rendah.
“Tapi terlepas dari debat metodologi dan politik statistik, benarkah orang bisa hidup berkualitas dengan pengeluaran 20 ribu bahkan 32 ribu per hari dengan harga-harga saat ini? Di mana sebutir kelapa pun sudah 15-20 ribu,” imbuhnya.