Hal itu diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gulat Manurung. Dia mengatakan, para petani hanya mendapatkan untung kecil dari penjualan TBS ke pabrik kelapa sawit (PKS), karena tingginya biaya panen dan ongkos menjual ke PKS.
“Bayangkan saja dari mulai memanen sampai ke pabrik kami harus mengeluarkan paling tidak Rp500 perkilogram,” katanya, Senin (11/7/2022)
Baca Juga: Harga BTS Sawit dan CPO di Sumbar Anjlok, Terendah Sejak April 2022
Berdasarkan data yang dihimpun Apkasindo, harga TBS kelapa sawit di 22 provinsi penghasil kelapa sawit pada Sabtu (9/7/2022) lalu masih rendah, harga TDS hanya Rp861 perkilogram.
Tak hanya itu, harga TBS kelapa sawit di tingkat petani plasma atau bermitra hanya Rp1.261 perkilogram. Harga itu masih di bawah harga yang ditetapkan Dinas Perkebunan (Disbun) dari 22 provinsi penghasil kelapa sawit tersebut.
“Artinya baik petani bermitra atau petani swadaya sama-sama masih di bawah harga penetapan Dinas Perkebunan. Atau pembelian pabrik masih di bawah harga Disbun,” tutur Gulat.
Meski begitu, petani tetap terancam kehilangan kebunnya jika tidak memanen. Sebab, jika TBS tak dipanen, buah yang membusuk bisa mengeluarkan enzim yang berpotensi merusak pohon.
Selain harga yang merosot tajam, petani juga mogok panen TBS karena banyak PKS yang tutup. Hal itu menurutnya imbas dari ekspor minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) yang sempat dilarang.
Gulat mengatakan, para petani juga mogok memanen karena antrean di PKS sangat panjang. Bahkan, petani perlu mengantre tiga hari sampai hasil panennya bisa dibeli PKS. (*)