3. A. Damhoeri atau Ahmad Damhoeri
Merupakan Sastrawan kelahiran 1915 asal Payakumbuh. Selain menulis novel, ia juga menulis cerita pendek, cerita anak, sajak serta buku pelajaran sekolah.
Dalam riwayat hidupnya A. Damhoeri termasuk salah seorang pengarang pada tiga zaman, yakni zaman penjajahan Belanda, zaman penjajahan Jepang dan zaman kemerdekaan.
Beberapa karyanya yakni, Depok Anak Pagai: cerita anak (1940), Zender Nirom: roman (1940), Resep Dukun yang Hilang: roman (1940), Terbeli Mahal: novel (1941), Tiang Salib Bulan Bintang: roman (1942), Dari Gunung ke Gunung: roman (1950).
4. Heru Joni Putra
Heru Joni Putra, Sastrawan kelahiran 1990 di Tiakar, Payakumbuh. Buku pertamanya berjudul “Badrul Mustafa” (2017) mendapat penghargaan sebagai Buku Puisi Terbaik versi Majalah TEMPO 2018 serta Wisran Hadi Award 2019 dan telah diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh George A Fowler dengan judul “Will Badrul Mustafa Never Die: Verse from the Front” (2020).
Tahun 2019 ia mengikuti Residensi Penulis di Bristol (UK) atas dukungan Komite Buku Nasional. Buku terbarunya berjudul “Suara yang Lebih Keras: Catatan dari Makam Tan Malaka” (2021).
5. Esha Tegar Putra
Esha Tegar Putra adalah Penyair, Penulis Prosa, dan ulasan seni budaya. Buku puisinya Pinangan orang Ladang (Frame Publishing, 2019), Dalam Lipatan Kain (2015), Sarinah (Grasindo, 2016), Setelah Gelanggang itu (Grasindo, 2020).
Beberapa tahun belakangan bekerja sebagai peneliti di Komisi Arsip dan Koleksi Dewan Kesenian Jakarta. Ia juga menjadi kurator untuk beberapa pameran arsip.