PADANG, SUMBARKITA – Sembilan kepala daerah di Sumbar yang menjadi pemegang saham Bank Nagari menyatakan tidak setuju dengan rencana konversi atau peralihan bank daerah itu menjadi Bank Nagari Syariah.
Kepala daerah yang menolak antara lain, Kabupaten Tanah Datar, Pasaman, Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Agam, Padang Pariaman, Sijunjung dan Kota Pariaman.
Ketua Komisi III DPRD Sumbar Ali Tanjung menyebutkan sebagian kepala daerah itu menyatakan tidak setuju modal yang semula disetorkan ke Bank Nagari dialihkan ke Bank Nagari Syariah.
“Mereka yang menolak punya komposisi saham 36,63 persen. Sementara Kabupaten Dharmasraya belum dapat menyatakan pernyataan karena belum ada persetujuan dengan DPRD. Kabupaten Limapuluh Kota dan Solok Selatan belum menyerahkan surat pernyataan,” katanya, Senin (15/8/2022).
Sementara kepala daerah yang menyatakan setuju dengan rencana itu, di antaranya Pemprov Sumbar, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang, Sawahlunto, Solok dan Koperasi Karyawan PT BPD Sumbar.
“Total mereka memiliki komposisi saham 59,72 persen,” ungkap Ali.
Selain pemindahan modal, Bank Nagari juga menanyakan kepada kepala daerah terkait pengelolaan kas daerah dari Bank Nagari ke Bank Nagari Syariah.
Hasilnya, 10 kepala daerah menyatakan tidak setuju dengan rencana demikian. Daerah-daerah itu di antaranya Kabupaten Agam, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Solok, Sijunjung, Pasaman, Kepulauan Mentawai, Solok Selatan dan Pasaman.
Sementara Pemprov Sumbar, Kabupaten Pasaman Barat, Kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Solok, Sawahlunto dan Kota Padang Panjang menyetujui pengelolaan kas daerah dipindahkan ke Bank Nagari Syariah.
Bank Nagari, kata Ali, telah secara resmi menyampaikan penolakan dari beberapa kepala daerah itu kepada Gubernur Sumbar.
Sebelumnya, Bank Nagari diminta Pemprov Sumbar untuk melengkapi dokumen konversi Bank Nagari menjadi syariah.
Bank Nagari kemudian bertanya kepada 19 kepala daerah di Sumbar yang merupakan pemegang saham.
Ali mengungkap terdapat beberapa syarat agar konversi ini bisa dilaksanakan. Dalam PP 54 Tahun 2017 dijelaskan bahwa Pemprov Sumbar harus memiliki saham 51 persen agar konversi bank bisa terlaksana.
“Sementara saham saat ini hanya 31 persen lebih. Artinya penyertaan modal yang harus diberikan Pemprov Sumbar mencapai 900 miliar lebih. Namun pada tahun ini penyertaan modal yang diusulkan hanya Rp20 miliar,” katanya.
Rendahnya penyertaan modal itu dinilai Ali menunjukkan ketidakseriusan Pemprov Sumbar dalam menyukseskan konversi Bank Nagari ke syariah.
“Kami dari DPRD Sumbar terutama Komisi III tidak pernah menghambat konversi bank daerah ini menjadi syariah. Namun sebagai warga negara yang baik harus ikut aturan yang dibuat oleh negara,” tegas Ali. (*)
Editor: RF Asril