SUMBARKITA.ID – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat dan sejumlah warga di dusun Bukit Sibanta, Desa Sikalang, Kota Sawahlunto melaporkan CV Tahiti Coal yang merupakan salah satu perusahaan tambang di Kota Sawahlunto ke Kementerian ESDM dan KPK RI.
Pelaporan ini terkait aktivitas illegal yang melebihi batas izin tambang. Keputusan ini diambil setelah laporan masyarakat ke Polda Sumbar sejak 3 Februari 2021 ridak memperlihatkan perkembangan.
Apa yang diperjuangkan Walhi Sumbar dan Masyarakat desa Sikalang tidak lain untuk menertibkan prilaku pertambangan Batubara yang beraktifitas di luar batas izin. Seperti aktifitas CV Tahiti Coal yang sudah mengarah ke pemukiman warga.
Aktifitas tersebut telah membahayakan mereka karena mengancam wilayah kelola masyartakat. Seperti krisis air bersih, polusi udara dan resiko tanah ambruk.
Efdarianti, salah seorang warga Desa Sikalang menyebutkan akibat aktifitas pertambangan di luar batas izin yang dilakukan oleh CV Tahiti Coal, sudah ada rumah warga yang ambruk. Pasalnya, tanah penopang tidak lagi kuat menahan beban. Selain itu, juga sudah ada puluhan rumah yang retak-retak.
“Rumah-rumah kami terancam oleh lubang tambang perusahaan. Puluhan rumah teman-teman kami sudah retak-retak, kami tidak ingin rumah kami amblas kedalam tanah. Sudah ada contoh nyata, tetangga kami sudah ada rumahnya yang hancur akibat dampak tambang dalam batubara dimasa silam. Kami tidak ingin bernasib sama,” katanya
Titin, pemilik kebun di sekitar tambang, mengatakan kebun miliknya sudah tidak prpduktif karena terpapar polusi udara dari tambang dan kurangnya resapan air disekitaran kebunnya.
“Kebun saya tidak lagi produktif. Jengkol, Durian, Kelapa pada mati. Hasilnya juga jauh berkurang, dahulu dari satu pohon jengkol kami bisa dapat hasil 3 juta sekali panen, sekarang hanya 500 ribu rupiah. Tetapi perusahan tidak mau bertanggung jawab. Padahal menurut dinas perkebunan, kebun saya tidak produktif lagi salah satunya, akibat dari tambang batubara,” ucapnya.
Edi Rahmat, warga Desa Sikalang, mengatakan dia dan istrinya harus menggunakan obat setiap harinya karena mengidap sakit kulit yang disebabkan oleh air tambang yang terpaksa digunakan untuk kebutuhan mandi dan mencuci.
“Saya bersama isteri, harus mengonsumsi obat rutin, karena penyakit kulit, air kami tercemar air limbah tambang. Bahkan teman kami, harus membeli air gallon untuk mandi,” ucapnya.
Suhendri, Warga Desa Sikalang menyatakan pihak DPRD Provinsi Sumatera Barat sudah pernah mengecek keadaan lubang tambang saat kunjungan kerja di 2019, Ia dan rekan-rekannya berkesempatan mengecek dan masuk melihat kedalam lubang tambang CV Tahiti Coal dan memastikan lubang tambang melewati batas IUP. Untuk itu, Suhendri meminta tindakan tegas dari pemerintah.
Sebelumnya pihak WaLHI dan warga Desa Sikalang sudah pernah melaporkan hal ini kepada Gubernur pada tahun 2020 melalui Ketua DPRD Provinsi Sumbar dan kepada pihak Polda Sumbar pada tanggal 3 Februari 2021. Hanya saja hingga saat ini status kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Pihak WALHI dan warga Desa Sikalang merasa progres penegakkan hukum di Sumatera Barat tak begitu baik karena lambatnya penindakan sementara aktivitas perusahaan dilapangan terus berlanjut dan kerugian warga terus bertambah.
Oleh karena itu warga Desa Sikalang bersama WALHI Sumatera Barat akan melaporkan kasus ini ke Menteri ESDM dan KPK RI karena adanya indikasi tindak pidana korupsi pada kegiatan pertambang CV. Tahiti Coal.
Berdasarkan hasil kajian WALHI Sumatera Barat menyimpulkan, terdapat potensi kerugian Negara dari pengambilan Sumber daya Alam Batubara di luar WIUP oleh CV. Tahiti Coal.
Perhitungan ini didasarkan kepada data Dinas ESDM tentang Indikasi tambang CV. Tahiti Coal yang berada di luar WIUP. Perhitungan dilakukan dengan cara perhitungan Volume Batubara dikalikan dengan massa Jenis dan dikalikan harga rata-rata Batubara Pada Tahun 2018.
Total kerugian Negara dari aktivitas pengambilan SDA Batubara tanpa izin tersebut sebesar 23 Milyar Rupiah.
Untuk itu, WALHI Sumatera Barat bersama warga Desa Sikalang melaporkan kasus ini ke Menteri ESDM dan KPK dengan tuntutan :
1.Melakukan proses penegakkan hukum atas dugaan pelanggaran hukum pertambangan oleh CV Tahiti Coal, baik atas dugaan tindak pidana pertambangan, tindak pidana lingkungan bidang pertambangan, dan tindak pidana korupsi bidang pertambangan;
2.Melakukan kajian dan evaluasi lanjutan atas seluruh kegiatan usaha pertambangan CV Tahiti Coal, yang telah teridentifikasi melanggar hukum;
3.Menghentikan aktivitas pertambangan CV Tahiti Coal, baik sementara dan/atau permanen demi mencegah meluasnya kerusakan tambang, bertambahnya kerugian negara, dan meningkatnya jumlah korban, hal ini penting mengingat aktivitas tambang teridentifikasi melanggar hukum;
4.Menghukum CV Tahiti Coal untuk mengganti kerugian warga Dusun Bukit Sibanta Desa Sikalang yang terdampak oleh aktivitas tambang batubara CV Tahiti Coal;
5.Memberikan informasi dan/atau klarifikasi atas adanya permohonan perluasan IUP pertambangan oleh CV Tahiti Coal ke Kementerian ESDM, jika benar, Warga dengan tegas menyatakan keberatan dan bermohon kepada Menteri ESDM untuk tidak mengabulkannya.​ (*)
Pewarta : Fajar Alfaridho Herman
Editor : Hajrafiv Satya Nugraha