SUMBARKITA.ID — Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menilai Organisasi Front Pembela Islam (FPI), bukan seperti Partai Komunis Indonesia (PKI) yang jelas dilarang beraktivitas dan menyebar simbol-simbolnya.
“FPI bukan Ormas terlarang seperti PKI, tetapi organisasi yang dinyatakan bubar secara hukum dan dilarang melakukan kegiatan yang menggunakan lambang atau simbol FPI,” jelas Zoelva lewat keterangan tertulisnya, Minggu (3/1/2021).
Dia menjelaskan, tidak ada ketentuan pidana yang melarang menyebarkan konten FPI karenanya siapa pun yang mengedarkan konten FPI tidak dapat dipidana.
“Sekali lagi objek larangan adalah kegiatan yg menggunakan simbol atau atribut FPI oleh FPI,” katanya.
Kata dia, hal ini berbeda dengan PKI yang jelas merupakan partai terlarang yang tertuang dalam Undang-undang.
“Beda dengan Partai Komunis Indonesia yang merupakan partai terlarang dan menurut UU 27/1999 (Pasal 107a KUHPidana) menyebarluaskan dan mengembangkan ajaran Komunisme/ Marxisme-Leninisme, adalah merupakan tindak pidana yang dapat dipadana,” katanya.
Menurutnya, putusan MK No. 82/PUU-XI/2013, Ada tiga jenis Ormas yaitu Ormas berbadan Hukum, Ormas Terdaftar dan Ormas Tidak terdaftar. Ormas tidak terdaftar tidak mendapat pelayanan pemerintah dalam segala kegiatannya, sedangkan Ormas terdaftar mendapat pelayanan negara.
Sementara UU tidak mewajibkan suatu Ormas harus terdaftar atau harus berbadan hukum.
“Karena hak berkumpul dan berserikat dilindungi konstitusi. Negara hanya dapat melarang kegiatan Ormas jika kegiatannya menggangu keamanan dan ketertiban umum atau melanggar nilai-nilai agama dan moral,” papar Zoelva.
Kata dia, negara juga dapat membatalkan badan hukum suatu Ormas atau mencabut pendaftaran suatu Ormas sehingga tidak berhak mendapat pelayanan dari negara jika melanggar larangan-larangan yang ditentukan UU.
“Negara juga dapat melarang suatu organisasi jika organisasi itu terbukti merupakan organisasi teroris atau berafiliasi dengan organisasi teroris, atau ternyata organisasi itu adalah organisasi komunis atau organisasi kejahatan” pungkasnya dilansir fin.co.id. (*/sk)