SUMBARKITA.ID — Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla atau JK menjelaskan istilah “jeruk makan jeruk” dalam sistem pemilu proporsional terbuka yang sebelumnya ia sebut. Pernyataan atau istilah “jeruk makan jeruk” itu ramai diperbincangkan usai JK menyebutnya, Senin (9/1/2023).
JK mengatakan, dalam sistem pemilu terbuka, calon anggota legislatif berkampanye sendiri.
“Jika tertutup, calon tidak ikut turun. Misalnya calon yang menempati nomor urut 1 atau 2, bisa saja tidak turun (kampanye). Karena sudah pasti terpilih. Jadi biasanya tidak ada kegiatannya si calon itu,” kata JK di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, dilansir Kompas, Selasa (10/1/2023).
JK juga menyoroti soal biaya para calon legislatif yang terkadang membutuhkan biaya besar.
Ia menilai, apabila calon legislatif mempunyai pengabdian di masyarakat sebelumnya, calon tersebut akan mengeluarkan biaya yang relatif sedikit.
“Apalagi di sistem dapil kan. Jika orang itu mengabdi di dapilnya jauh-jauh hari sebelumnya, dia tidak perlu uang banyak,” ujar JK.
Baca Juga: Wacana Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Dinilai Langkah Mundur Merusak Demokrasi
“Uang juga kadang disebabkan oleh persaingan internal. Makanya, saya istilahkan jeruk makan jeruk,” kata dia.
Sebelumnya, JK angkat bicara soal polemik sistem pemilu dengan mekanisme proporsional tertutup. Menurut dia, sistem pemilu saat ini yang menerapkan proporsional terbuka sudah benar.
“Jadi (sistem proporsional terbuka) sudah benar itu terbuka, tapi memang harus dihindari soal negatifnya,” ujar JK di daerah Mampang Prapatan, Jakarta, Senin (9/1/2023).
Namun, JK tidak menjelaskan sisi negatif yang dimaksud. Ia hanya mengibaratkan “jeruk makan jeruk”.
“Tapi, kemudian timbul negatifnya yang terbuka itu, ‘jeruk makan jeruk’,” kata Ketua PMI itu.
Bahkan, JK mengeklaim, dirinya yang mengusulkan sistem pemilu dilakukan dengan proporsional terbuka.
“Dulu kan tertutup ya. Pertama kali yang mengusulkan terbuka saya supaya orang mengetahui orang yang dia pilih,” kata JK.