Sumbarkita – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran yang terjadi pada 2025 berdampak signifikan pada operasionalnya.
Anggaran BMKG mengalami pengurangan sebesar Rp 1,423 triliun atau sekitar 50,35 persen, yang semula berjumlah Rp 2,826 triliun. Kondisi ini menyebabkan penurunan kemampuan pemeliharaan alat operasional utama (Aloptama), dengan pengurangan sebesar 71 persen.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Muslihhuddin, menyatakan bahwa efisiensi anggaran ini berpotensi mengganggu berbagai aspek penting, termasuk pengamatan cuaca, iklim, kualitas udara, serta deteksi gempabumi dan tsunami.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempabumi, dan tsunami menurun dari 90 persen menjadi 60 persen. Kecepatan informasi peringatan dini tsunami juga mengalami penurunan, dari 3 menit menjadi 5 menit atau lebih,” ujar Muslihhuddin, seperti dikutip dari Antara.
Lebih lanjut, pemotongan anggaran ini memengaruhi hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempabumi dan tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia, mayoritas di antaranya telah melewati masa kelayakan operasional.
Pemeliharaan dan pengembangan alat tersebut menjadi semakin sulit dilakukan. Selain itu, kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka panjang di Indonesia juga terhambat.
“Modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG, yang penting untuk keselamatan transportasi udara dan laut, terhenti. Akurasi 100 persen yang diperlukan untuk keselamatan transportasi udara dan ketepatan peringatan bencana laut kini terganggu,” tambah Muslihhuddin.