Sumbarkita — Pedagang ayam di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, Samsuri, menggugat Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Pasar Pon ke Pengadilan Negeri Ponorogo. Ia mengajukan gugatan setelah rumahnya ditempeli stiker “Nasabah Penunggak dalam Pengawasan Khusus” pada 31 Januari 2025. Samsuri mengaku bukan nasabah atau debitur BRI.
Rumah Samsuri yang berada di Desa Patihan Wetan, Kecamatan Babadan, sempat menjadi perhatian publik setelah terpasang stiker yang menyebut dirinya sebagai penunggak utang. Stiker tersebut terkait dengan tunggakan kredit atas nama Angger Diva Orlando, yang bukan penghuni rumah Samsuri. Karena merasa dipermalukan dan nama baiknya tercemar, ia pun mengajukan gugatan perdata senilai Rp50 miliar atas kerugian yang ditimbulkan.
Mengenai hal itu, Pemimpin Kantor Cabang BRI Ponorogo, Agus Adi Hermanto, mengatakan bahwa BRI menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ia menyebut bahwa secara persuasif, pihaknya telah menemui nasabah tersebut dalam upaya mediasi untuk mendapatkan penyelesaian terbaik.
Selain itu, Agus mengatakan bahwa penagihan yang dilakukan oleh petugas sudah sesuai dengan alamat lokasi sebagaimana tertera dalam kartu tanda penduduk debitur dan dilaksanakan sebagaimana kesepakatan oleh debitur yang tertuang dalam suatu surat pengakuan utang.
“BRI senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai good corporate governance dalam menjalankan seluruh operasional dan bisnisnya,” ucapnya dalam tanggapan tertulis yang diterima Sumbarkita pada Selasa (29/4).
Sebelumnya diberitakan bahwa Sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri Ponorogo pada Senin, 21 April 2025, namun harus ditunda hingga 5 Mei 2025 karena dokumen dari pihak tergugat (BRI) dinilai belum lengkap dan datang terlambat.
“Klien kami bukan nasabah BRI dan tidak pernah melakukan pinjaman di unit tersebut. Pemasangan stiker tersebut mencoreng nama baiknya secara terbuka,” tutr kuasa hukum Samsuri, Haris Azhar, setelah siding, dikutip dari Arahpena.com, yang ditulis pada Minggu (27/4).
Haris Azhar mengkritik BRI dan menyebutnya tidak menghormati proses hukum dan mempermainkan penggugat.
“Sudah datang terlambat, ini malah tidak membawa dokumen lengkap. Akhirnya sidang ditunda,” ucapnya.
Haris Azhar kemudian menyampaikan bahwa pendapatan kliennya dari penjualan ayam turun drastis dari Rp200.000–Rp300.000 per hari menjadi hampir nihil sejak pemasangan stiker.
“Klien kami merasa diperlakukan sewenang-wenang. Tindakan penempelan stiker itu bukan hanya keliru, tapi telah mencoreng martabat dan reputasi pribadi,” ujar Haris.
Ia menegaskan bahwa gugatan ini bukan sekadar soal uang, melainkan untuk menunjukkan bahwa institusi sekelas BRI tidak boleh bertindak semena-mena terhadap warga.