SUMBARKITA.ID — Cuitan seorang suami, Muhammad Ihsan Harahap (28), di Twitter terkait kisah istrinya, Amirah Lahaya (31), yang meninggal karena virus Corona (COVID-19) viral. Dalam cuitannya, Ihsan sempat menceritakan kenangan terakhirnya sesaat setelah dinyatakan positif COVID-19.
“Bismillah, ini hari kedua sejak istriku dimakamkan di Pemakaman Khusus Covid di Macanda, Gowa, Sulawesi Selatan. Setelah pemakaman di malam itu, aku kembali lagi ke rumah isolasi mandiri. Seorang diri,” tulis Ihsan di akun Twitter miliknya @ihsanjie pada 25 September 2020 lalu. Dilihat Sumbarkita.id, Sabtu (26/9/2020) cuitan tersebut sudah retweet sebanyak 26.100 kali dan disukai oleh 85.100 pengguna Twitter.
Dilansir Detikcom, Ihsan mengungkapkan istrinya Amirah merupakan seorang hakim. Pada 2018, Amirah menjadi hakim di Pengadilan Negeri di Sumbar, kemudian dipindahkan menjadi hakim di Pengadilan Negeri Barru pada April 2020.
Di sela tugasnya sebagai hakim di Pengadilan Negeri Barru, pada 11 September lalu Amirah mengeluhkan sakit yang kemudian dilakukan rapid test dan hasilnya negatif. Karena negatif, Amirah menjalani perawatan di rumah.
Namun kondisi Amirah terus menurun sehingga pada 15 September dia dirujuk ke RS Mitra Husada, Kota Makassar. Tes di rumah sakit tersebut menyatakan Amirah negatif virus Corona.
“Saya nyusul besok paginya hari Rabu, 16 September, mulai ada hasil labnya, yang keluar yang sudah diambil sama dokternya, itu sama, hasil darahnya negatif semua dan nonreaktif semua untuk semua penyakit, termasuk COVID,” kata Ihsan.
Meski demikian, hasil laboratorium pemeriksaan Amirah menunjukkan trombosit dan leukositnya menurun kualitasnya, yang membuat Amirah perlu pemeriksaan lanjutan.
“Akhirnya hari Kamis, 17 September, dokter sarankan di-swab, jadi di-swab pagi itu. Besoknya hari Jumat keluar hasilnya bahwa dia positif. Karena dia positif COVID, sesuai prosedur, dia harus ditangani di RS yang menangani pasien COVID. Jadi dia dibawa ke RS Sayang Rakyat,” jelasnya.
Ihsan mengungkapkan, momen pemindahan istrinya dari RS Mitra Husada ke RS Sayang Rakyat menjadi momen terakhir kalinya dia mendampingi sang istri.
“Di situ terakhir kali saya dampingi di ambulans, terakhir kali saya dampingi saat dia masih hidup. Jadi istri saya masuk, terus saya kan sudah mendampingi dia sejak Rabu pagi. Saya juga diperiksa sama dokter. Kesimpulannya dokter, saya tidak ada gejala, sehat. Jadi saya diminta isolasi mandiri saja di rumah kosong di Gowa. Saya sendiri di rumah itu,” imbuhnya.
Sehari setelah Amirah dirawat di RS Sayang Rakyat karena COVID, Ihsan menerima laporan dokter yang merawat jika kualitas darah Amirah terus menurun, termasuk kadar oksigen dalam darah yang terus menurun. Akhirnya pada 19 September itu, dokter memasukkan Amirah ke ruang ICU.
Singkat cerita, pada Rabu, 23 September, pukul 14.00 Wita, Amirah menelepon Ihsan dan mengabari dirinya akan dipasangi ventilator. Dokter yang merawat juga sempat menghubungi Ihsan bahwa istrinya akan dipasangi ventilator.
“Karena memang oksigen dalam darahnya itu cuma 74 persen, padahal di literatur yang saya baca itu minimal 95 persen. Akhirnya dia dipasangi ventilator. Pukul 16.00 Wita, perawatnya masih kasih tahu saya setelah dipasangi ventilator saturasinya naik sampai 90 persen. Beberapa menit kemudian, perawat kasih tahu saya turun saturasi turun sedikit demi sedikit,” kisahnya.
Karena kondisi Amirah terus menurun setelah dipasangi ventilator, perawat mengabari Ihsan memintanya untuk berdoa. Hingga akhirnya pada 23 September pukul 17.30 Wita Ihsan mendapat kabar istrinya meninggal dunia.
“Jadi saya ke sana, jadi saya minta izin, karena wasiat istri saya, kalau beliau meninggal dan saya masih hidup, sayalah yang bersihkan jenazahnya. Alhamdulillah saya diizinkan. Jadi saya dipakaikan APD yang begitu rumit, itu butuh waktu 30 menit karena berlapis-lapis,” tuturnya.
Ihsan pun menceritakan saat-saat dia mengurus jenazah almarhumah sang istri dengan alat pelindung diri (APD) yang lengkap.
“Bagaimana tegangnya masuk di sana, bagaimana perasaan saya pertama kali lihat wajah istri saya yang seperti biasa saja, seperti saat saya buka pintu kamar sewaktu dia masih hidup, kemudian saya salatkan, keluarganya ikut, pintu pemulasaraan jenazah dibuka, keluarganya diundang dari balik pintu supaya ikut salat jenazah,” ungkapnya.
“Kemudian saya mandi, proses disinfektasi, sesuai prosedur, setelah itu saya ikut rombongan ke pemakaman Macanda, cuma tidak bisa masuk jadi kita berdoa dari gerbang. Pemakamannya itu pukul 22.55 Wita malam di hari Rabu itu, cuma 10 menit saja saya pulang ke rumah di Gowa di tempat isolasi saya,” lanjutnya.
Almarhumah Amirah dimakamkan di pemakaman khusus COVID-19 di Gowa pada Rabu (23/9). Almarhumah juga meninggalkan seorang putri. (ag/sk/detikcom)