“Yang awal katanya di Thailand ternyata sebenarnya di Myanmar. Yang katanya kerja di perusahaan komputer ternyata Scam Online bidang “esek-esek” dengan target Bule Amerika kaya,” tuturnya.
Para korban ini ternyata sudah dijual ke Myanmar untuk dijadikan sebagai Operator Seks dengan berpura-pura sebagai wanita. Jika kliennya minta video call, telah disediakan model disampingnya. Alat komunikasi juga sudah dilengkapi dengan translator bahasa asingnya.
Mereka sebanyak 20 orang ditempatkan dalam satu ruangan di lantai 5 gedung tersebut. Dalam sebulan masing-masing korban harus menggaet 15 klien atau pelanggan. Jika tidak mencapai target maka akan disiksa dan tidak diberi gaji.
Selama berada di sana, para korban tidak diperkenankan keluar ruangan apalagi keluar gedung untuk berinteraksi dengan dunia luar. Penyiksaan demi penyiksaan mereka alami, akhirnya ketika saat lebaran Idul Fitri pada Sabtu (22/04) mereka tak tahan lagi dan sepakat mogok kerja.
“Dan hari itulah saya terakhir berkomunikasi dengan Sabil, video call terakhir,” ungkap Dewi.
Ia mengaku setelah itu hilang kontak, Sabil tidak bisa dihubungi. Melalui WAG para orang tua diketahui bahwa mereka telah disekap dan disiksa. Ada Korban yang berhasil menghubungi dan minta tolong dibebaskan. Mereka disekap sejak mogok kerja hari minggu karena tak tahan disiksa setiap hari.
Kemudian para orang tua menggabungkan Pihak Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) dalam WAG. SBMI menyatakan kasus ini harus diviralkan dan selalu mendampingi orang tua korban ke pihak terkait seperti Bareskrim Polri, Komnas dan lainnya.
“Kemudian kasus ini viral di media sosial bahkan diliput oleh TV One. Gubernur Sumatera Barat melalui salah seorang tokoh masyarakat Nagari Tanjung sempat berkomunikasi dengan kami. Gubernur Sumbar menyatakan bahwa Sijunjung harus benar-benar kuat, korban harus dibebaskan segera. Dan Alhamdulillah hari ini kami kembali dikunjungi Bupati Sijunjung beserta rombongan dengan membawa kabar baik,” ujarnya.