SUMBARKITA.ID — Yayasan lembaga hukum Indonesia (YLBHI) memberikan tanggapan mengenai hukuman bagi penghina presiden dan DPR dalam RUU KUHP terbaru.
Direktur YLBHI, Asfinawati, menilai pasal-pasal itu terkesan aneh. Ia menjelaskan, dengan adanya pasal hukuman tersebut, pemerintah menunjukkan seolah Presiden maupun DPR antikritik. Menurutnya, hal itu tak sesuai dengan UUD 1945.
“Ini aneh banget. Hal ini menunjukkan DPR dan Pemerintah antikritik dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Padahal DPR adalah lembaga negara, itu artinya suara publik adalah kritik. Jika lembaga publik tak boleh dikritik lagi artinya bukan demokrasi,” kata Asfinawati, seperti dikutip Indozone, Selasa (8/6/2021).
Seperti yang diketahui sebelumnya, RUU KUHP terbaru membuka kemungkinan menjerat orang yang menghina presiden dan wakil presiden melalui media sosial dengan pidana penjara selama 4,5 tahun atau denda paling banyak Rp200 juta.
Hal tersebut tertuang di Pasal 219 Bab II tentang Tindak Pidana Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
Pasal 219 tersebut berbunyi “Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV,”.
Kemudian, pada Pasal 218 ayat 2, menghina presiden serta wakil presiden yang tidak melalui media sosial bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal 3,5 tahun atau denda Rp200 juta.
Pasal 218 berbunyi:
Ayat 1: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Ayat 2: Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
Selanjutnya di halaman berikutnya