SUMBARKITA.ID — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Barat (DPRD Sumbar) menggelar rapat Paripurna Pengambilan Keputusan terhadap Rancangan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2024, Senin (14/8/2023).
Rapat paripurna dipimpin Ketua DPRD Sumbar Supardi didampingi Wakil Ketua Irsyad Syafar, Suwirpen Suib dan Pemprov Sumbar dihadiri Gubernur Mahyeldi. Ketua DPRD Sumbar Supardi menyampaikan sejumlah masukan.
“Pertama, DPRD mengoreksi pertumbuhan ekonomi daerah yang diusulkan dalam rancangan KUA-PPAS,” kata Supardi
Ia menjelaskan, apabila terdapat penurunan target pendapatan sebesar Rp 303 miliar dan untuk menutup defisit dibutuhkan anggaran sebesar Rp 320 miliar, maka akan terdapat rasionalisasi kegiatan secara besar-besaran pada Perubahan APBD Tahun 2023 dengan nilai belanja mencapai Rp 623 miliar.
“Ini merupakan kondisi sangat tragis sekali serta kejadian pertama APBD Provinsi Sumatera Barat,” ujar Supardi
sembari menambahkan menjadi pekerjaan rumah sangat berat bagi DPRD dan Pemerintah Daerah untuk dapat menyeimbangkan APBD pada Perubahan Tahun 2023.
Menurut Supardi, pertumbuhan makro ekonomi daerah yang diusulkan dalam Rancangan KUA-PPAS Tahun 2024 dilakukan koreksi, oleh karena terdapat beberapa target yang sudah tidak sejalan dengan kondisi saat ini.
“Pertumbuhan Ekonomi (PE) diusulkan sebesar 4,76 % merupakan target pesimis dan di bawah target ditetapkan Pemerintah Pusat untuk Provinsi Sumatera Barat sebesar 5,0 sampai dengan 5,4 %.,” ujarnya.
Dijelaskan Supardi, sesuai dengan kesepakatan Pemerintah Provinsi dan DPRD target pertumbuhan ekonomi daerah tahun 2024 disepakati sebesar 4,8-5,2 % dan meminta kepada Pemerintah Daerah untuk menyesuaikan juga target-target yang terdapat RPJM Provinsi Sumatera Barat Tahun 2021-2026 dengan memperhatikan realisasi capaian makro sampai tahun 2022 dan target-target makro ekonomi nasional yang ditetapkan dalam RKP Tahun 2024.
“Dengan adanya peningkatan tersebut, tentu akan memberikan multi player effect pada peningkatan ekonomi dan pendapatan daerah. Proyeksi pendapatan daerah diusulkan dalam Rancangan KUA-PPAS tahun 2024, masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan anggaran untuk membiayai program dan kegiatan unggulan pada tahun 2024. Oleh sebab itu, perlu upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan penerimaan daerah, baik dari sisi PAD memaksimalkan (Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea balik nama kendaraan serta pemanfataan asset idel,” ujar Supardi.
Ia berharap, segera melakukan kajian ulang terhadap kerjasama Pemprov dengan PT. Graha Mas Citrawisata dimana HGBnya sudah berakhir pada tanggal 30 Juni 2023, maupun sumber-sumber penerimaan lain, termasuk meningkatkan komunikasi dengan Pemerintah Pusat untuk mendapatkan program dan anggaran lebih banyak bagi Provinsi Sumatera Barat.
“Dalam penyusunan Ranperda APBD Tahun 2024 nanti, diminta kepada Pemerintah Daerah dan OPD-0PD terkait untuk melihat dan menginventarisasi kembali semua potensi yang kita miliki dengan memperhatikan potensi yang terdapat dalam UU Nomor 1 Tahun 2022, termasuk meninjau kerjasama Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga dalam pengelolaan asset daerah,” ujar Supardi
Dikatakannya, proyeksi pendapatan dan rencana plafon belanja dan pembiayaan daerah yang ditampung dalam KUA-PPAS Tahun 2024 masih bersifat tentatif dan akan di dalami kembali pembahasan Ranperda APBD Tahun 2024.
“Rencana alokasi belanja ditampung dalam KUA-PPAS Tahun 2024, diprioritaskan memenuhi kebutuhan belanja wajib mengikat termasuk mandatory spending, hibah Pilkada, memenuhi pencapaian target SPM, penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem, pemenuhan target kinerja RPJMD dan program unggulan daerah serta memenuhi kebutuhan anggaran untuk pokok-pokok pikiran merupakan aspirasi masyarakat, ” ujar Supardi
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi anggaran, Badan Anggaran menekankan fokus anggaran dialokasikan pada kegiatan pokok berimplikasi kebutuhan masyarakat, bukan kegiatan pendukung seperti untuk penjalanan dinas, ATK dan lain-lain.
Badan Anggaran serius terhadap proyek-proyek strategis yang masih mangkrak yang telah menghabiskan anggaran cukup besar dan tidak jelas bagaimana kelanjutan penyelesaiannya, seperti pembangunan stadium utama, gedung budaya, insenerator pengolahan limbah B3, dan lainnya.
Terdapat perbedaan angka realisasi pendapatan dan belanja daerah semester pertama tahun 2023 antara buku laporan realisasi anggaran semester pertama tahun 2023 data dalam buku Rancangan Perubahan KUA Tahun 2023.
Laporan realisasi anggaran semester pertama tahun 2023, realisasi rata-rata pendapatan daerah semester pertama 2023 sebesar 43,30 %, sedangkan dalam buku Rancangan Perubahan KUA Tahun 2023 sebesar 48,73 %.
Untuk PAD, di buku realisasi semester pertama sebesar 43,42 %, sedangkan di buku Rancangan KUA
sebesar 51,04 %.
Rata-rata realisasi belanja daerah dalam buku laporan realisasi anggaran semester pertama sebesar 33 %, sedangkan dalam buku Rancangan Perubahan KUA Tahun 2023 sebesar 38,11 %.
Untuk belanja operasi di buku realisasi semester pertama sebesar 40,57 %, sedangkan di buku Rancangan KUA sebesar 45,09 %.
“Perbedaan data ini, merupakan permasalahan yang terus berulang di Pemerintah Daerah. Data mana benar akan kita dijadikan sebagai rujukan dalam pembahasannya,” ujarnya.
Dalam buku Rancangan Perubahan KUA Tahun 2023, disebutkan ada penurunan rencana pendapatan pada Perubahan APBD Tahun 2023 sebesar Rp 303.508.707.330, dari target ditetapkan APBD Tahun 2023 awal, dengan alasan terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang masih dipengaruhi Covid-19, masih rendahnya rasio kepatuhan wajib pajak, penyesuaian target BLUD dan penurunan partisipasi masyarakat serta pelaku pasar dalam transaksi ekonomi.
Dasar pertimbangan yang dijadikan acuan untuk penurunan target pendapatan tersebut, tidak sesuai dengan kondisi riil.
“kita tidak lagi dalam masa covid-19 dan bahkan laju pertumbuhan ekonomi pasca covid-19 jauh di atas ekspektasi, rasio kapatuhan wajib pajak juga sudah tinggi bahkan tertinggi di Sumatera yaitu sebesar 61,93 % dan geliat ekonomi pasca covid-19 tumbuh dengan pesat di segala sektor tidak terkecuali di sektor UMKM,” ujarnya
Rencana penurunan pendapatan daerah pada Perubahan APBD Tahun 2023 sebesar Rp 303.508.707.330 tidak sejalan dengan laporan realisasi anggaran semester pertama dan prognosis 6 (enam) bulan berikutnya.
Untuk pendapatan daerah secara keseluruhan, realisasinya pada semester pertama sudah sebesar 43,30 % (data buku realisasi anggaran semester pertama), sedangkan di buku Rancangan KUA sebesar 48,73 %.
“Sisa target tahun 2023 tinggal sebesar Rp 3.662.712.626.461, sedangkan prognosis atau perkiraan yang bisa di capai sebesar Rp 3.660.129.191.933. Artinya hampir 100 % dari target dapat diwujudkan sampai akhir tahun 2023. Demikian juga dengan target PAD, dimana realisasi semester pertama sudah sebesar 43.42 % dan sisa target yang akan dicapai sebesar Rp. 1.714.540.368.553,” ungkapnya.
“Sedangkan prognosis bisa di capai adalah sebesar Rp 1.711.956.954.025. Artinya hampir 100 % target PAD diperkirakan dapat dicapai dengan memperhatikan capaian realisasi pendapatan pada semester pertama tahun 2023,” lanjutnya.
Supardi menambahkan, tidak ada alasan logis terjadi penurunan target pendapatan pada Perubahan APBD Tahun 2023 sebesar Rp 303 miliar lebih, Memperhatikan besarnya kebutuhan anggaran pada Perubahan APBD Tahun 2023, baik untuk hibah Pilkada maupun pencapaian target kinerja RPJMD dan pelaksanaan program unggulan Kepala Daerah yang akan berakhir pada awal tahun 2025 akan datang, maka tidak boleh terjadi penurunan pendapatan daerah. Apabila ini terjadi, maka akan banyak target kinerja RPJMD dan program unggulan yang tidak terlaksana.
“Oleh sebab itu, Gubernur beserta jajarannya, harus lebih berinovatif dan mengembangkan kreativitas untuk mencari terobosan-terobosan potensi penerimaan daerah yang sejalan dengan semakin banyaknya potensi pajak daerah dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 dan dapat memanfaatkan momentum tingginya pertumbuhan ekonomi nasional dan ekonomi daerah,” terang Supardi.
“Selanjutnya, apabila Pemerintah Daerah tidak bisa mengupayakan tidak terjadinya penurunan pendapatan daerah khususnya dari PAD, maka sebagai konsekwensinya insentif pajak dan restribusi harus kita turunkan, baik nilai maupun jumlahnya,” lanjutnya.
Devisit APBD Tahun 2023 sebesar Rp 350.000.000.000 direncanakan ditutup dari SILPA Tahun 2022. Pembahasan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun 2022, diperoleh SILPA sebesar Rp 298.279.692.879. Dari SILPA, sebagian besar merupakan sisa kegiatan earmarked harus dikembalikan peruntukan (DAK, BOS dan Kas BLUD).
Sedangkan SILPA bisa bebas digunakan pada Perubahan APBD Tahun 2023 hanya sebesar Rp 32.253.775.257,03,- Dengan demikian, untuk menutup defisit APBD Tahun 2023, masih diperlukan anggaran sebesar Rp 320 miliar lagi.
Sementara itu, Gubernur Sumbar Mahyeldi memperkirakan rencana pendapatan asli daerah (PAD) 2024 yang disepakati dalam KUA-PPAS berkisar di angka Rp6,4 triliun.
Gubernur menyebutkan prakiraan anggaran Rp6,4 triliun tersebut berasal dari PAD, pendapatan transfer dan pendapatan lain-lain yang sah. Rinciannya, PAD sebesar Rp3,0 triliun, pendapatan transfer Rp3,3 triliun, dan pendapatan lain-lain yang sah sebanyak Rp15,5 miliar.
“Dalam menentukan KUA-PPAS, pemerintah daerah mencermati perkembangan ekonomi di tataran regional, nasional hingga global” ucapnya.
Untuk diketahui, keputusan DPRD dimaksud akan diberi Nomor: 13 /SB/Tahun 2023 tentang Persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Barat terhadap Rancangan KUA Tahun 2024 untuk ditetapkan menjadi KUA Tahun 2024 dan Nomor: 14 /SB/ Tahun 2024 tentang Persetujuan DPRD Provinsi Sumatera Barat terhadap Rancangan PPAS Tahun 2024 untuk ditetapkan menjadi PPAS Tahun 2024. ***