Pergeseran itu, kata Nasrun, juga sempat memicu gesekan antara kusir kuda bendi dengan tukang ojek.
“Suasana sempat memanas antara dua kelompok ini. Mereka berkelahi, berebut sewa hingga hal-hal yang tidak patut disebutkan lainnya,” katanya.
Pada tahun 2000, kuda bendi makin ditinggalkan setelah menjamurnya kendaraan-kendaraan lain di Pariaman.
“Masuk tahun 2000, menjamurlah sepeda motor. Peran kuda bendi terpinggirkan, digantikan sepeda motor,” ungkapnya.
Terpisah, Wali Kota Pariaman Genius Umar menyebut saat ini jumlah kuda bendi dapat dihitung dengan jari. Kuda bendi yang masih tersisa itu digunakan untuk transportasi wisata.
“Memang benar, dulu kuda bendi merupakan satu-satunya alat transportasi darat. Sekarang sudah tidak lagi, karena kemajuan zaman,” kata Genius.
Genius mengungkap saat ini di Pariaman jumlah kuda bendi yang tersisa dan masih beroperasi hanya sembilan unit.
“Tinggal sembilan unit lagi dan digunakan untuk transportasi wisata,” kata Genius.
Sementara itu, salah seorang pemilik kuda bendi di Pariaman, Ujang mengaku saat ini ia tidak bisa berharap banyak dari pekerjaan sebagai kusir kuda bendi.
“Ya sekarang sudah tidak bisa diharapkan lagi. Lebih sering tidak dapat uang. Kalau wisatawan banyak di Pariaman, baru ada yang naik,” kata Ujang.
Hal yang paling ditunggu Ujang adalah saat kuda bendinya disewa orang. Sebab saat itu, bayaran yang diterimanya lumayan besar jika dibandingkan saat membawa penumpang atau wisatawan.
“Bisalah bikin dapur berasap,” ujar Ujang. (*)
Editor: RF Asril