SUMBARKITA.ID — Di bawah kemimpinan Komisaris Utama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, PT Pertamina mengalami kerugian hingga Rp11,33 triliun.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra, Arief Poyuono angkat bicara.
Arief mengaku merasa aneh melihat Pertamina bisa merugi. Padahal, perusahaan plat merah tersebut tidak memiliki saingan berat di dalam negeri.
“Aneh juga para komisaris dan direksi pertamina ya tidak duduk santai ngawasi perusahaan yang engga ada saingannya dan monopoli, enggak nurunin harga BBM saat harga crude oil rendah akibat Covid-19 kok bisa rugi ya,” ungkap Arief, Selasa, 25 Agustus 2020 seperti dikutip dari RRI.
Adanya kerugian itu, kata Arief, menunjukkan bahwa kualitas Komisaris Utama Pertamina yakni Ahok masih di bawah standar.
“Ini menunjukkan kualitas para komisaris dan direksi Pertamina masih below standard di bawah standar dalam mengelola Pertamina,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, PT Pertamina mengalami kerugian mencapai US$767,91 juta, atau setara Rp11,13 triliun pada Semester I-2020. Angka itu dengan asumsi kurs Rp14.500 per dolar Amerika Serikat.
Angka tersebut sangat berbeda dengan perolehan sebelum Ahok menjabat.
Ahok sendiri resmi menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina sejak November 2019 lalu.
Jika dibandingkan dengan keuangan Pertamina pada periode yang sama tahun lalu, atau sebelum Ahok menjabat, perusahaan minyak pelat merah itu mampu menghasilkan laba sebesar US$659,95 juta atau sekitar Rp9,56 triliun.
Saat itu, Direktur Keuangan Pertamina Pahala N Mansury mengatakan, perseroan mencatat pencapaian laba bersih semester 1 2019 mengalami peningkatan 112 persen dibanding periode yang sama pada 2018.
Pencapaian laba bersih semester 1 2019 tersebut sebesar USD 660 juta atau Rp 9,4 triliun, lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu sebear USD 311 juta atau Rp 4,4 trilin
Mengutip liputan6, Pahala mengungkapkan, peningkatan laba bersih Pertamina disebabkan penurunan harga minyak dunia sepanjang periode tersebut dengan rata-rata USD 63 per barel, sehingga membuat biaya produksi Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami penurunan.
”Memang komposisi signifikan adalah minyak mentahnya kita produksi BBM tapi crude diproduksi kilang kita,” tuturnya. (*)
KOMENTAR