Oleh: Shilva Lioni
“Not everything is everyone’s cup of tea, but everyone has their own fragrance (abilities) which will come out when you boil them” (Truth Bearer)
Diskriminasi adalah sebuah sikap dalam membatasi, mengecualikan, merendahkan atau melakukan perbedaan perilaku dan ketidaksetaraan terhadap suatu pihak berdasarkan kriteria tertentu seperti berat badan, jenis kelamin, usia, warna kulit, ras, suku, asal-usul, dan lainnya. Diskriminasi sangat erat kaitannya dengan rasisme, karena rasisme sendiri merupakan salah satu wujud dari sikap diskriminasi yang dilakukan.
Diskriminasi menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini dikarenakan merebaknya kasus orang dalam dan juga bullying yang mana terjadi di banyak sekolah-sekolah dewasa ini. Dalam tulisan ini kita akan mencoba melihat asal muasal kenapa diskriminasi dapat tercipta dengan tujuan agar potensi diskriminasi beserta dampak yang ditimbulkannya dapat dielakkan dan diminimalisir ke depannya.
Setiap individu pada dasarnya terlahir dengan berbagai bentuk, sikap, karakter, kekurangan, dan kelebihan masing-masing. Dua orang bersaudara pun bahkan memiliki perbedaan dan tidak sama antar satu sama lain. Begitu juga bahkan dengan yang terlahir kembar identik sekalipun. Tidak ada sebuah hal di atas dunia ini yang tercipta benar-benar sama. Terkadang ada yang memiliki kesamaan dalam wajah namun berbeda secara karakter, berbeda dalam ukuran tingginya, dan juga bentuk postur badannya, dan seterusnya.
Diskriminasi muncul ketika seseorang seringkali tidak memahami dan menghargai natur dari sebuah perbedaan. Seorang individu kemudian akan sibuk membandingkan dirinya dengan orang lain seperti dia lebih putih dari si B, dia lebih baik dari si B, dia lebih besar dari si B, dan seterusnya.
Diskriminasi pada dasarnya lahir dari sikap suka membandingkan diri dan mendiskreditkan pihak lainnya secara sepihak berdasarkan sebuah sudut perspektif. Sebagai ilustrasi sederhana, ketika si A sebagai kakak membandingkan badan dan posturnya dengan adiknya dan kemudian menganggap dia butuh lebih banyak makanan dibandingkan adiknya, maka diskriminasi terhadap adiknya seperti mendapatkan bagian yang tidak sama rata dan diperlakukan berbeda dan dibatasi haknya akan terealisasi melalui pembagian makanan dengan porsi yang lebih disedikitkan untuknya.
Atau, ketika kita membandingkan pola hidup atau budaya makan kita dengan orang lain yang berasal dari keluarga dan budaya yang berbeda, kita mungkin saja menilai dan menganggap mereka lebih kotor, rakus, dan sebagainya lalu kemudian mulai menyisihkan mereka dalam pertemanan dan lingkungan sosial masyarakat karena berbeda dengan kita.
Sesungguhnya dari perbandingan dan anggapan-anggapan seperti inilah kemudian muncul bibit-bibit tindakan diskriminasi dan yang terjauh yakni rasisme. Diawali dengan membandingkan, menarik kesimpulan berupa anggapan, akan menghasilkan dan merealisasikan aksi diskriminasi.
Perbedaan pada dasarnya adalah karunia Sang Pencipta. Perbedaan seharusnya menjadi hal yang sepatutnya kita hargai, karena dengan dan melalui perbedaan seorang manusia kemudian dapat belajar dan memperoleh pengetahuan yang luas dan variatif serta melihat betapa besarnya Sang Pencipta.
Perbedaan seharusnya tidak menjadi dasar dalam membuat perbandingan, karena seharusnya perbandingan itu hanya dapat dilakukan pada hal yang sama yakni bersifat apple to apple bukan sebaliknya diberlakukan pada hal yang pada dasarnya memang sudah berbeda. Tidak ada yang lebih unggul dalam perbedaan karena setiap halnya tentu memiliki keunikannya masing-masing dan itu tidak dapat dibandingkan antar satu sama lain.
Dengan mengubah pola pikir dan mindset kita dalam kehidupan yakni tidak sibuk dengan membandingkan kehidupan dan diri dengan individu lainnya, maka tentu hal ini akan sangat berdampak drastis bagi penurunan kasus-kasus tindak diskriminasi dalam masyarakat di masa mendatang.
Cukup cermati apa yang hadir dalam hidup kita dan sampai pada tangan kita, jangan membuang waktu dengan membandingkannya dengan kehidupan dan diri orang lain karena sejatinya itu memang adalah dua hal yang berbeda dan sudah tidak sepatutnya untuk diperbandingkan. Salam perbedaan!
Shilva Lioni, Dosen Jurusan Sastra Inggris Universitas Andalas