Gus tf Sakai yang dikenal dengan gaya penulisan sastra berbasis budaya lokal, membagikan kiat-kiat menulis cerita anak yang menarik dan sesuai dengan nilai-nilai Minangkabau.
“Menulis cerita anak itu tantangan, karena selain harus sederhana, cerita juga harus bisa menyampaikan pesan moral dengan cara yang mudah diterima oleh pembaca muda,” ungkapnya di salah satu sesi pelatihan.
Sementara itu, Muhammad Subhan memberikan panduan teknis dalam proses kreatif menulis cerita anak, mulai dari membangun ide hingga menyusun plot. Ia juga menekankan pentingnya eksplorasi budaya lokal dalam menciptakan cerita yang tidak hanya menghibur, tetapi juga mendidik.
“Cerita anak berbahasa Minang adalah salah satu cara kita menjaga warisan budaya sekaligus memperkenalkan identitas kita kepada generasi muda,” katanya.
Pelatihan ini juga mencatatkan partisipasi Fauzhi, Wakil Pengurus Dewan Pengurus Cabang Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (DPC PPDI) Kota Padang Panjang.
“Ini kesempatan berharga untuk mengembangkan potensi menulis saya. Sekaligus menunjukkan bahwa penyandang disabilitas juga bisa berkontribusi dalam melestarikan budaya melalui karya sastra,” katanya.
Antusiasme peserta terlihat jelas selama pelatihan berlangsung. Tasya dan Alya, dua pelajar yang mengikuti kegiatan tersebut, mengaku sangat senang mendapatkan wawasan baru dalam menulis cerita anak. Hal serupa disampaikan Fitra Murni, seorang guru yang turut menjadi peserta. Menurutnya, pelatihan ini sangat bermanfaat, terutama untuk diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.
Pelatihan yang berlangsung selama tiga hari ini diharapkan dapat melahirkan penulis-penulis muda berbakat yang mampu melestarikan bahasa Minangkabau melalui karya sastra.