SUMBARKITA.ID — Teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) membantu mempermudah kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Namun, teknologi itu juga dimanfaatkan oleh penjahat siber untuk melancarkan aksinya.
Menurut pejabat Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) Amerika Serikat, model AI open source kini dipakai oleh peretas (hacker) untuk mengembangkan jenis malware baru. Bukan hanya dalam aspek pengembangan, penyebaran software jahat itu juga dilakukan menggunakan AI oleh hacker.
Dengan memakai AI, para hacker bisa melakukan serangan phising atau upaya mendapatkan data pribadi seseorang dengan melalui berbagai bentuk penipuan.
“Kami kira seiring waktu adopsi dan demokratisasi model AI berlanjut, tren ini (serangan) akan meningkat,” kata pejabat FBI, dikutip dari Toms Guide, Rabu (2/8/2023).
Selain itu, FBI juga melihat adanya peningkatan yang cukup tinggi dalam jumlah konten AI palsu yang dibuat untuk menyerang pengguna awam. Misalnya untuk membuat e-mail palsu, hingga situs web palsu demi melancarkan phising.
FBI memang tidak menyebutkan langsung model AI mana yang dipakai hacker untuk melancarkan serangan. Namun, disebutkan bahwa hacker kerap menggunakan alat atau program open source yang tersedia gratis.
FBI juga menyinggung soal keamanan deepfake. Deepfake merupakan konten rekayasa dari sebuah peristiwa dalam bentuk gambar dan video, tetapi tidak sesuai dengan kenyataannya. Konten ini juga dihasilkan berkat AI. Karena tampak nyata, agak sulit untuk membedakan antara konten deepfake dengan peristiwa aslinya.
Open AI, Google dan Meta janji ‘amankan’ AI
Mengingat risiko dari AI, pekan lalu sejumlah perusahaan teknologi kenamaan termasuk OpenAI, induk Google, Alphabet dan Meta membuat komitmen untuk menerapkan langkah termasuk “penanda” konten yang dihasilkan AI.