Sumbarkita – Gempa yang berasal dari megathrust tak hanya berpotensi menimbulkan tsunami, namun bisa menyebabkan tanah bergerak atau likuifaksi.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa menyebut likuifaksi masuk dalam ancaman sekunder. Likuifaksi bisa terjadi di daerah yang biasanya terdiri dari pasir dan jenuh air.
“(Kawasan tersebut) kena guncangan. Jadi, kalau ada pasir yang jenuh air, terkena guncangan yang kuat, itu bisa terjadi likuifaksi, itu biasanya kita temukan di daerah pesisir,” jelas Rahma dikutip dari CNN Indonesia, Sabtu (7/9).
“Likuifaksi itu kayak tanah yang tiba-tiba jadi kayak lumpur, jadi dia kehilangan daya dukung tanahnya, kalau ada benda berat di atasnya, dia akan amblas ke bawah,” sambungnya.
Imam Achmad Sadisun, ahli geologi dari ITB, menjelaskan likuifaksi secara sederhana dapat diartikan sebagai perubahan material yang padat, dalam hal ini berupa endapan sedimen atau tanah sedimen, yang akibat gempa, material tersebut berubah karakternya seperti cairan.
Menurut Imam, likuifaksi hanya bisa terjadi pada tanah yang jenuh air [saturated]. Air tersebut terdapat di antara pori-pori tanah dan membentuk tekanan air pori.
“Karena adanya gempa bumi yang umumnya menghasilkan gaya guncangan yang sangat kuat dan tiba-tiba, tekanan air pori tersebut naik seketika, hingga terkadang melebihi kekuatan gesek tanah tersebut. Proses itulah yang menyebabkan likuifaksi terbentuk dan material pasir penyusun tanah menjadi seakan melayang di antara air,” jelas Imam pada 2018, mengutip laman resmi ITB.
Menurut Imam likuifaksi umumnya terjadi pada gempa di atas Magnitudo 5, dengan kedalaman sumber gempanya termasuk dalam kategori dangkal. Material yang terlikuifaksi umumnya berada pada kedalaman sekitar 20 meter, meski terkadang bisa lebih, tergantung penyebaran tanah.