Oleh karena itulah, kata Esa, pembangunan Jalan Pantai Padang menuju BIM penting untuk diteruskan, bahkan harus diutamakan oleh Pemprov Sumbar. Ia menyayangkan setelah kepemimpinan Gubernur Irwan Prayitno, tidak ada lagi kelanjutan pembangunan jalan tersebut. Terakhir kali jalan tersebut dibangun pada 2019.
“Dengan tidak adanya kelanjutan pembangunan jalan itu, masyarakat rugi karena pertumbuhan ekonomi yang direncanakan tidak terwujud,” imbuh dia.
Esa menambahkan bahwa kalau pembangunan jalan tersebut dilanjutkan dalam lima tahun terakhir, setidaknya jalan itu sudah sampai ke depan Universitas Bung Hatta. Jika jalan itu sudah ada sampai ke UBH, kata Esa, dapat dibayangkan pertumbuhan ekonomi dengan tumbuhnya banyak bangunan usaha.
Jalan untuk Mitigasi Bencana
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengeluarkan peringatan gempa megathrust setelah gempa 7,1 SR mengguncang Pulau Kyushu, Jepang, beberapa waktu lalu. Gempa tersebut disinyalir akan membuka gempa megathrust selanjutnya, termasuk di Indonesia.
Berkaitan dengan hal itu, mitigasi untuk menghadapi tsunami di Padang menghangat kembali karena Padang termasuk daerah yang terancam tsunami jika terjadi gempa megathrust Mentawai dengan ancaman kekuatan 8,9 SR dan tsunami 12 meter.
Pakar kebencanaan Sumbar, Ade Edward, mengatakan bahwa tahun 2007 pada zaman Gubernur Gamawan Fauzi, Pemprov Sumbar sudah menyusun strategi untuk menghadapi ancaman tsunami. Strateginya ialah membangun Jalan Pantai Padang hingga ke BIM
Ade menjelaskan bahwa dengan adanya Jalan Pantai Padang hingga ke BIM, harga tanah di sepanjang jalan itu naik karena memiliki nilai ekonomi lebih tinggi sebagai tempat usaha. Dengan demikian, transaksi jual beli tanah akan meningkat sehingga mendorong relokasi pemukiman warga ke tempat yang lebih aman. Warga di sana pun mendapatkan ganti rugi tanah dengan harga tinggi sehingga bisa membeli tanah di tempat aman dan mendirikan rumah permanen.