Selepas ishoma, lanjut Ikal, bupati dan para OPD yang mendampingi kegiatan tersebut tidak lagi berada pada kegiatan itu. Semua OPD itu, juga ikut pergi setelah kepala daerah meninggalkan forum.
“Sehingga tidak ada waktu oleh para hadirin, termasuk saya mempertanyakan kenapa bisa pembangunan Pasar Surantih dihentikan. Lagi pula tidak ada musyawarah atau pembahasan, kegiatan itu hanya menyampaikan hasil dari Musrenbang di nagari-nagari, sekadar seremonial saja,” ujarnya.
Bahkan, kata Ikal, ulah OPD yang tidak lagi hadir dalam Musrenbang itu membuat tokoh Sutera seperti Saidal Masfiyuddin dan Firman Dalil jengkel. Mereka mempertanyakan sikap para OPD yang dijadwalkan bakal menyampaikan materi terkait pembangunan di Kecamatan Sutera.
“Jadi, apa yang mau ditanyakan, bupati dan OPD selepas ishoma sudah tidak ada lagi. Apanya yang terang benderang. Semua belum memiliki kejelasan hingga saat ini,” tuturnya.
Alasan Pasar Surantih tidak dilanjutkan, karena dianggap tidak lengkap administrasi dan takut hal itu bakal menjadi temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dengan tegas dibantah Ikal Jonedi selaku putra daerah setempat.
Menurutnya, terkait administrasi dan lahan semuanya sudah selesai dengan niniak mamak dan tidak ada persoalan hingga saat ini. Sebab, lahan tersebut merupakan tanah ulayat adat.
“Terkait kelanjutan pembangunan Pasar Surantih sebenarnya tidak ada persoalan. Bahkan, tokoh masyarakat, niniak mamak, dan lembaga KAN Kenagarian Surantih beserta jajaran sangat menyokong pembangunan pasar tersebut dengan catatan tidak menghilangkan lambang Pasar Nagari Surantih dengan status milik nagari setempat. Hal ini juga tertuang dalam berita acara kesepakatan pada 7 Agustus 2020 lalu,” katanya.
Selaku masyarakat setempat, ia mengaku kecewa dengan kebijakan pemerintahan Bupati Rusma Yul Anwar yang terkesan tidak memikirkan nasib masyarakat Pesisir Selatan yang notabenenya merupakan pedagang.
“Padahal masyarakat Sutera sebagian besar menopangkan hidupnya dengan cara berdagang di pasar tersebut,” ucapnya lagi.
Sebelumnya, pedagang Sidiyatimar (65) alias Ajo mengeluhkan kondisi Pasar Surantih tersebut. Ia menyebut, dengan kondisi pasar yang semrawut omsetnya sebagai pedagang batu cincin menurun drastis.
“Biasanya waktu masih berdagang diluar (pasar lama) omset saya mencapai Rp500 ribu sehari. Sekarang sejak pindah kedalam untuk beli minyak motor saja susah, karena pembeli sepi. Apalagi kondisi pasar sekarang sudah seperti kandang sapi saja,” ujarnya.