Sumbarkita — Di balik tingginya angka kasus kekerasan terhadap anak di Padang Pariaman dan Pariaman, ada satu sosok yang berdiri teguh di garis depan. Fatmiyeti Kahar, perempuan sederhana, mengabdikan hidupnya untuk melindungi anak-anak yang menjadi korban kekerasan melalui Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA) Delima.
Baginya, setiap anak yang datang ke RPSA Delima membawa luka mendalam. Ia menyaksikan bagaimana trauma bisa menghancurkan masa depan mereka. Namun, di rumah perlindungan itu Fatmiyeti berusaha menghadirkan harapan.
“Mereka datang dalam keadaan hancur. Ada yang takut bicara, ada yang tidak mau makan, bahkan ada yang mencoba melukai diri sendiri. Saya tidak bisa hanya diam. Mereka butuh perlindungan. Saya akan berdiri untuk mereka,” ujar Fatmiyeti di Pariaman dengan suara penuh keyakinan, Minggu (23/3).
Perjalanan Fatmiyeti dalam membangun rumah perlindungan itu tidak mudah. Ia menghadapi banyak rintangan, dari stigma masyarakat hingga ancaman dari pihak yang merasa terganggu oleh perjuangannya.
“Banyak orang yang mencibir saya, mengatakan bahwa saya hanya mencari perhatian. Ada juga orang yang menganggap anak-anak ini sebagai aib keluarga, bukan korban yang perlu dibantu. Tapi saya tidak peduli. Anak-anak ini harus diselamatkan,” tuturnya.
Tak jarang Fatmiyeti mendapat ancaman karena membela korban yang pelakunya berasal dari keluarga atau lingkungan berpengaruh. Namun, ia tak pernah surut.
“Saya lebih takut jika membiarkan mereka tetap dalam penderitaan. Jika saya harus menghadapi ancaman demi mereka, saya siap,” katanya.
Data dari RPSA Delima menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap anak di Pariaman terus meningkat.
“Pada 2024 kami mencatat 41 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Kasu ini meningkat 85 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Itu hanya yang terungkap. Saya yakin masih banyak yang belum berani melapor,” tuturnya.
Menurutnya, banyak korban yang memilih diam karena takut, terutama ketika pelaku merupakan orang terdekat.
“Ada anak yang diperkosa oleh ayah kandungnya sendiri, tapi ibunya justru membela pelaku. Bayangkan bagaimana hancurnya perasaan anak itu,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.