SUMBARKITA.ID — Setelah berbulan-bulan melakukan review, otoritas pengawas obat dan makanan AS (FDA) pada 23 Agustus 2020 akhirnya mengungkapkan metode terbaru penyembuhan penyembuhan penyakit oleh Covid-19.
Melalui press release di situs resminya, FDA mengungkapkan bahwa penggunaan plasma convalescent sejauh ini memiliki potensi keuntungan yang lebih banyak dibandingkan kerugiannya untuk digunakan sebagai ‘obat’ Covid-19.
Plasma convalescent sendiri merupakan plasma darah dari pasien yang sembuh dari Covid-19 dan di dalamnya mengandung antibodi anti-virus corona (SARS-CoV-2). Dengan keberadaan antibodi tersebut diharapkan mampu untuk membantu menyembuhkan pasien Covid-19 yang masih dirawat di rumah sakit.
Data kompilasi John Hopkins University CSSE menunjukkan kasus aktif Covid-19 di AS sampai dengan hari ini masih berada di angka 3,32 juta (active rate : 57,8%). Sebanyak 177.296 orang dinyatakan meninggal dunia akibat Covid-19 (mortality rate : 3%).
Sisanya sebanyak 2,26 juta warga AS dinyatakan sembuh dari Covid-19 (recovery rate : 39,4%). Tingkat kasus aktif yang masih tinggi tentunya membuat rumah sakit dan sistem kesehatan Negeri Paman Sam kewalahan. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk terus menekan angka kasus aktifnya.
Selain agresif dalam mengembangkan dan juga memborong vaksin dari para pengembang, upaya ini juga dilakukan untuk menangani wabah yang kini sudah menginfeksi 5,74 juta warga AS itu.
Sampai dengan saat ini sudah ada 70 ribu pasien Covid-19 di AS yang diinfus dengan plasma convalescent tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi klinis yang dilakukan oleh FDA terhadap 1.018 pasien menunjukkan bahwa pemberian plasma convalescent dapat menurunkan tingkat kematian secara signifikan hingga 37%.
“Perizinan darurat FDA untuk penggunaan plasma convalescent merupakan tonggak sejarah dari upaya Presiden Donald Trump untuk menyelamatkan nyawa orang dari Covid-19″ kata Menteri Kesehatan dan Layanan Masyarakat AS Alex Azar sebagaimana dipublikasikan melalui situs resmi FDA dua hari lalu.
“Pemerintahan Trump melihat adanya potensi dari plasma convalescent sejak awal. Beberapa bulan lalu FDA, BARDA dan beberapa mitra swasta mulai bekerja sama untuk membuat produk ini tersedia luas di seluruh negeri dan di saat yang sama terus melakukan evaluasi data dari uji klinis” ungkapnya.
“Upaya penggunaan plasma convalescent telah menjangkau lebih dari 70 ribu pasien AS sejauh ini. Kami sungguh berterimakasih kepada warga Amerika yang telah menjadi pendonor dan meyakinkan pasien sembuh Covid-19 lainnya untuk ikut berpartisipasi mendonasikan plasma convalescent mereka” pungkas Azar.
Selain di AS studi penggunaan plasma untuk menangani Covid-19 juga dilakukan di banyak negara. Salah satunya adalah China. Pada 27 Maret lalu, Shen C dkk, mempublikasikan sebuah laporan penelitian di jurnal ilmiah JAMA.
Sebanyak lima pasien kritis Covid-19 yang mendapat penanganan menggunakan ventilator ditransfusi plasma convalescent tersebut. Hasilnya pun menunjukkan tanda-tanda positif.
Setelah transfusi plasma, suhu tubuh 4 dari 5 pasien kritis Covid-19 mulai normal hanya 3 hari setelah dilakukan transfusi. Penyakit acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada 4 pasien sembuh 12 hari pasca transfusi.
Ada 3 pasien yang ventilator mekanisnya dilepas dalam 2 minggu pengobatan. Dari 5 pasien, 3 telah keluar dari rumah sakit (lama rawat: 53, 51, dan 55 hari), dan 2 dalam kondisi stabil pada 37 hari setelah transfusi, demikian dilansir CNBC.