“Stop segala bentuk perampasan lahan petani dan masyarakat di Sumatera Barat,” demikian salah satu tulisan dalam poster itu.
Pembentang poster itu adalah Muhammad Jalali, aktivis mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Ia bersama rekan mahasiswa sesama aktivis sengaja datang ke lokasi Penas KNTA untuk menyampaikan pesan moral kepada pemerintah terkait kondisi petani dan nelayan di daerah ini.
“Bahwa di balik hingar-bingar kegiatan yang menghabiskan uang rakyat hingga Rp100 miliar ini, di sejumlah daerah di Sumbar masih banyak petani dan nelayan hidup memprihatinkan, bahkan terjebak konflik dengan pemodal besar termasuk dengan negara,” tutur Jalali.
Ia lantas berbicara soal permasalahan perampasan lahan di Sumbar.
“LBH Padang mencatat, sepanjang 2022 ada 13 kasus konflik agraria yang terjadi baik antara petani dengan perusahaan atau dengan negara di Sumbar. Konflik ini seputar 11.930 hektar lahan yang tersebar di tujuh kabupaten di Sumbar,” ungkapnya.
Jalali mengatakan, perampasan lahan tersebut mencakup sektor pertambangan, perkebunan, ibukota kabupaten, proyek strategis nasional, sampai kehutanan.
“Sehingga ada sekitar 2.802 keluarga atau 8.426 orang terdampak.
“Jadi pesan yang ingin disampaikan, ternyata di tengah euforia acara ini masih banyak para petani ataupun masyarakat adat di Sumbar yang tidak berdaulat atas tanah atau lahannya sendiri dari hama yang bernama oligarki,” ujarnya.