SUMBARKITA.ID — Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain tidak sepakat dengan pernyataan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin yang menyebut aksi demonstrasi penolakan Omnibus Law sebagai sampah demokrasi.
Tengku Zul mengatakan bahwa, masyarakat yang memprotes dengan aksi turun ke jalan merupakan pejuang demokrasi, bukan sampah demokrasi.
“Pendemo yang memprotes ketidakadilan dan Undang Undang yang dirasa tidak adil adalah Pejuang Demokrasi, bukan Sampah Demokrasi.” Ujar Tengku Zul di akun twitternya, Rabu (14/10/2020).
Aktivis da’wah ini menilai, menuduh para demonstrasi sebagai sampah demokrasi, sama saja dengan menuduh Undang-undang 1945 sebagai sampah.
“Buat apa dibuat Pasal di UUD 1945 jika SAMPAH? Berani menuduh UUD 1945 sebagai SAMPAH? Sampah Demokrasi itu PENJILAT REZIM. Salah-Benar JILAT. Paham?” Tulis Tengku Zul.
Sebelumnya, hal senada ditulis oleh Politisi Partai Demokrat, Rachland Nashidik. Ia menilai demokrasi itu bersih. Hanya saja, sikap otoriter pemerintah yang mengotorinya.
Rachland bahkan balik menyebut Ngabalin sebagai sampah otoriterisme.
“Pak Ngabalin, demokrasi itu bersih. Otoriterismelah yang mengotori demokrasi. Dan Anda yang di istana: Andalah sampah otoriterisme!” Ucap Rachland Nashidik.
Ali Mochtar Ngabalin menyebut masyarakat yang tetap menggelar demonstrasi penolakan Omnibus Law sebagai sampah demokrasi.
NgabaliN menyayangkan aksi demonstrasi di masa pandemi seperti sekarang.
“Dalam masa pandemi, dia kirim orang untuk berdemonstrasi. Di mana logikanya coba. Jangan jadi sampah demokrasi di negeri ini,” ujar Ngabalin dilansir fin.com. (dj/sk)