Data WALHI Sumbar mengungkap kejadian ini telah berulang sejak tahun 2012 mengalami kerusakan penyaringan cerobong asap, tahun 2017 kerusakan pada mesin pembuangan sisa pembakaran, serta investigasi lapangan WALHI Sumbar yang dilakukan pada tahun 2018 jumlah penderita ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) dan iritasi pada mata juga meningkat.
Dampak Energi Kotor pada Masyarakat
Eka Oktarizon, putra asli Desa Sijantang, tak pernah menyangka tanah kelahirannya akan menjadi tempat penuh dilema. Ia tumbuh besar dengan pemandangan bukit hijau dan udara segar. Namun, sejak Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Ombilin beroperasi, semua itu perlahan berubah.
“Awalnya biasa saja, tidak ada masalah. Tapi, beberapa tahun setelah beroperasi, sekitar 2008, efek buruknya mulai terasa,” ujar Eka.
Sebagai warga yang tinggal hanya 400 meter dari PLTU, keluarganya menjadi saksi nyata dampak energi kotor.
PLTU Ombilin memang membawa perubahan bagi Desa Sijantang. Lapangan kerja terbuka, bantuan sosial untuk pendidikan dan infrastruktur sering mengalir. Namun, di balik semua itu, ada harga mahal yang harus dibayar. Eka mengenang saat istrinya mulai mengalami sesak napas.
“Dokter bilang salah satu penyebabnya debu batu bara,” katanya.
Kini, istrinya harus menggunakan alat bantu pernapasan seperti penderita asma. Kesehatan Eka juga tergerus. Pada September 2018, ia didiagnosis bronkopneumonia dengan komplikasi bronkitis. Keluhan ini membuatnya sering memeriksa paru-parunya ke RSUD Sawahlunto.
“Kami sekeluarga kena dampaknya. Istri saya, anak-anak, bahkan saya sendiri,” ucap Eka.
Namun, Eka bukan satu-satunya. Berdasarkan pemeriksaan pada 53 siswa SDN 19 Sijantang pada 2017, ditemukan gangguan fungsi paru-paru pada mayoritas anak. Metode pemeriksaan fisik, spirometri, dan foto toraks menunjukkan dampak serius paparan polusi terhadap anak-anak yang seharusnya menikmati masa kecil dengan udara bersih.
Puncak keresahan warga terjadi pada 2019. Salah satu cerobong asap PLTU mengalami kebocoran besar yang membuat Desa Sijantang diselimuti asap tebal.
“Saat itu, langit seperti malam hari meskipun masih siang. Bau asap sangat menyengat,” kenang Eka.
Tak sedikit warga yang akhirnya menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).