“Negara beserta pengurusnya para elit politik, juga termasuk orang-orang yang berkontestasi dalam pemilu 2024 herhentilah melakukan pemerosotan demokrasi, merawat nepotisme dan menerabas konstitusi. Kami tidak rela penindasan terhadap rakyat terus saja dirawat. Jangan lagi membodohi rakyat dengan narasi, retorika dan gimmick yang tidak ada hubungannya dengan cita-cita kita semua yaitu kesejahteraan. Pemilu bukanlah ajang untuk membodohi rakyat! kami tidak percaya para elit politik hari ini yang akan berkuasa dikemudian hari akan bersedia membuat kebijakan yang justru akan menghancurkan diri mereka dan kroninya,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Departemen Advokasi Walhi Sumbar Tommy Adam menyebut bahwa pemerintah selalu gagal dalam mengelola dan melindungi lingkungan hidup. Walhi Sumbar menilai tata kelola lingkungan hidup yang lemah berdampak pada bencana ekologis, ruang hidup masyarakat terhimpit dan konflik agraria serta sumber daya alam. Angka deforestasi Sumatera Barat terus meningkat setiap Tahunnya.
Sejak tahun 2019 hingga 2022, Sumatera Barat kehilangan 133.000 Ha tutupan pohon, setara dengan penurunan 3.5% atau setara dengan 71.2 Mega ton emisi CO₂e. Deforestasi ini berkontribusi terhadap berbagai bencana ekologis di Sumatera Barat.
“Dari Bentang Alam, pada areal hulu masifnya pertambangan emas ilegal tersebar di Das Batahan, Das Pasaman, Das Batang Hari. Sementara pada bagian hilir perairan Sumbar dicemari oleh aktivitas tambak udang ilegal di pesisir yang tak berizin. Sampai saat ini pemerintah dan aparat tidak mau dan mampu menuntaskan kejahatan lingkungan,” ujarnya.
“Perpolitikan di indonesia berkontribusi terhadap ragam persoalan di Sumbar karena mereka yang menjadi pemimpin dan pengambil kebijakan tidak memiliki etika lingkungan,” sambungnya.
Tommy melanjutkan, berangkat dari persoalan manapun yang sekarang sedang berlangsung tidak ada yang bisa benar-benar dipegang dan memberikan nafas baru dari tata kelola sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Menurutnya, apapun janji janji para kandidat presiden tidak ada perubahan paradigma selain melepaskan segala tanggung jawab dan tata kelola sumber daya alam kepada pasar bebas. Selain itu, sesungguhnya janji janji politik ke-3 Paslon presiden dan wakil presiden tidak menunjukkan urutan yang jelas atau roadmap bagi terciptanya keadilan ekologis.
“Ide-ide proyek pembangunan mengatasnamakan pertumbuhan perekonomian namun menyingkirkan, meminggirkan bahkan menggusur rakyat dari ruang hidupnya, harus segera dihentikan. Ini sama saja dengan membunuh Indonesia dari pinggir dan memperpanjang nafas penderitaan kita,” tegasnya.
“Melalui aksi simbolik ini, kami mengajak semua masyarakt sipil Sumatera Barat untuk turut serta menyuarakan keresahan dan kegelisahannya. Satukanlah kekuatan rakyat. Lawan dan kalahkan para penindas. Jadilah realistis, tuntutlah yang tidak mungkin,” imbuhnya.