Sumbarkita – Beberapa hari umat Islam akan merayakan Idulfitri 1445 Hijriah. Seperti tahun-tahun sebelumnya, ikon ketupat mulai marak menghiasi berbagai lokasi. Simak penjelasan berikut ini perihal asal-muasal ketupat menjadi ikon lebaran di Indonesia.
Menurut H.J de Graaf, ketupat menjadi lambang perayaan Hari Raya Islam pada masa pemerintahan Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah pada abad ke-15.
Bungkus ketupat yang terbuat dari janur atau daun kelapa yang masih muda digunakan untuk mencerminkan identitas masyarakat pesisir yang banyak dihuni oleh pohon kelapa atau nyiur.
Masyarakat pesisir yang terkenal dengan makanan khas yang dibungkus dengan janur mendorong Sunan Kalijaga untuk menggunakan ketupat sebagai alat untuk menyebarkan Islam.
Penggunaan ketupat semakin dikenal di kalangan umat Islam ketika Sunan Kalijaga menjadikannya sebagai simbol perayaan lebaran ketupat.
Perayaan ini dilakukan pada tanggal 8 Syawal, sepekan setelah Idul Fitri dan setelah umat berpuasa selama enam hari pada bulan Syawal.
Di kalangan masyarakat pesisir dan agraris, ketupat telah menjadi makanan khas yang disajikan saat petani mengadakan tradisi selametan untuk memuliakan “Dewi Kemakmuran” yang dikenal sebagai Dewi Sri.
Dewi Sri merupakan sosok yang sangat dihormati oleh masyarakat agraris, dan penghormatannya telah ada sejak zaman kerajaan kuno seperti Majapahit dan Padjajaran.
Penggunaan ketupat dalam tradisi ini berlanjut hingga masa kerajaan Islam, seperti pada zaman Kerajaan Demak dan Mataram Islam.
Upacara selametan, seperti sekaten atau grebeg mulud dilakukan oleh masyarakat Keraton di Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon, yang diiringi dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad saw, juga melibatkan ketupat sebagai bagian penting dari sajian.
Tradisi ini masih dijaga hingga saat ini oleh masyarakat keraton di Ubud, Bali. Dengan demikian, ketupat sebagai makanan khas Nusantara masih menjadi bagian dari upacara-upacara yang diadakan oleh masyarakat Muslim, Hindu, dan masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan lokal.