Ia melanjutkan, mantan Bupati Solok Gamawan Fauzi yang juga mantan Gubernur Sumbar dan Mendagri pun mendukung masyarakat.
“Karena beliau memahami ada kebijakan yang salah tahun 1985,” kata Asrizal.
Asrizal menjelaskan HGU PT. DDM sudah berakhir tahun 2013 silam. HGU dimulai tahun 1983 saat Bupati Solok dijabat Hasan Basri.
“Saat pengambilan paksa lahan untuk HGU perusahaan PMA Prancis PT. DDM, kaum Suku Bendang tidak dapat ganti rugi tanah sama sekali. Padahal tanah tersebut adalah tanah ulayat yang di atasnya terdapat rumah, sawah, ladang dan aneka tanaman,” terangnya.
Ia malanjutkan, ganti rugi yang diterima Kaum Suku Bendang saat itu hanya ganti rugi rumah atau bangunan dan ganti rugi tanaman.
“Satu rumah dinilai ganti rugi Rp400 ribu, sedangkan tanaman dipatok dengan total ganti rugi Rp4,8 juta. Namun yang sampai ke Kaum Suku Bendang hanya Rp2,2 juta,” ungkapnya.
Kemudian, dalam proses administrasi ganti rugi tanah, tiba-tiba nama pemilik lahan atas nama Nursyam Khatib dan Syamsiar (Paman dan Ibu dari Asrizal) hilang dari daftar ganti rugi tanah.
“Diduga kuat ada sesuatu yang tidak beres pada panitia ganti rugi saat itu, sehingga nama mamak dan ibu saya hilang dari daftar orang yang berhak mendapat ganti rugi,” tegas Asrizal.