Oleh: Sinta Wahyuni
Sepanjang sejarah, manusia selalu disibukkan dengan berbagai hal pertanyaan mendasar tentang dirinya yang mencoba memunculkan berbagai jawaban spekulatif, dan terkadang jawaban yang diajukan saling bertentangan. Argumen mendasar yang sering dibicarakan dalam sejarah kehidupan manusia adalah perselisihan tentang sumber dan asal mula ilmu pengetahuan dan kebenaran. Filsafat dan bahasa, sebagai dua kekuatan yang mewarnai dunia, telah memberikan struktur epistemologis yang berbeda untuk menjawab permasalahan yang dihadapi manusia dalam kehidupannya.
Bahasa pada hakikatnya adalah suatu sistem simbol, yang tidak hanya berupa rangkaian bunyi-bunyi empiris, tetapi juga mempunyai makna non-empiris. Dengan demikian, bahasa merupakan suatu sistem simbolik yang mempunyai makna, merupakan alat komunikasi manusia, ungkapan perasaan manusia, dan sarana untuk mengungkapkan pikiran manusia dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam pencarian hakikat kebenaran dalam hidup.
Kaelan (1998: 12) mengemukakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang pengetahuan manusia yang meliputi sumber-sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan manusia. Persoalan-persoalan epistemologi meliputi bidang sebagai berikut.
Pertama, apakah sumber pengetahuan itu? Dari mana pengetahuan yang benar itu datang?, bagaimanakah kita dapat mengetahuinya? Hal ini semuanya merupakan problema asal pengetahuan manusia.
Kedua, apakah watak dari pengetahuan itu? Adakah dunia yang real di luar akal manusia, dan kalau ada dapatkah kita mengetahui? Hal ini semuanya merupakan problem penampilan terhadap realitas.
Ketiga, apakah pengetahuan kita itu benar (valid)? Bagaimana kita membedakan antara kebenaran dan kekeliruan? Hal ini semua merupakan problema kebenaran pengetahuan manusia.
Mengenai epistemologi, menurut Kaelan, ada dua permasalahan pokok yang ditentukan oleh rumusan bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan pengetahuan manusia, yaitu sumber pengetahuan manusia, yang pengetahuannya mencakup pengetahuan sebelumnya, dan masalah kebenaran pengetahuan manusia.
Apriori mengacu pada mengetahui bahwa sesuatu itu benar tanpa harus mendasarkannya pada pengalaman empiris. Dengan kata lain, informasi yang diperoleh hanya berdasarkan asumsi saja. Landasan kebenaran dalam pengetahuan apriori diungkapkan sepenuhnya melalui ekspresi linguistik. Oleh karena itu kebenarannya sangat ditentukan oleh penggunaan bahasa.
Selain pengetahuan apriori, peran penting bahasa dalam epistemologi erat kaitannya dengan teori kebenaran. Teori kebenaran dalam epistemologi ada tiga. Pertama, teori kebenaran koheren, yang menyatakan bahwa suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut konsisten atau sesuai dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Kedua, teori kebenaran korespondensi, yang menyatakan suatu pernyataan dianggap benar apabila keterangan yang terkandung dalam pernyataan itu sesuai atau berkaitan dengan objek atau fakta yang disebutkan dalam pernyataan itu.
Ketiga, teori kebenaran pragmatis, yang menyatakan suatu pernyataan dianggap benar jika mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia, dengan kata lain suatu pernyataan dianggap benar jika mempunyai akibat pragmatis bagi kehidupan praktis manusia (Suriasumantri, 1984).
Menurut teori koherensi, kebenaran ditentukan berdasarkan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya pernyataan “semua orang di muka bumi ini pasti akan mati”, maka pernyataan “cepat atau lambat aku akan mati” juga ada benarnya. Pernyataan-pernyataan yang benar ini sebenarnya bergantung pada ungkapan-ungkapan yang dirumuskan oleh bahasa, dan ungkapan-ungkapan tersebut terdiri dari argumen- argumen yang juga dirumuskan oleh bahasa.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa merupakan faktor yang sangat menentukan kaitannya dengan koherensi sistem kebenaran. Kesalahan dalam susunan kata bahasa menyebabkan kesalahan dalam kebenaran informasi.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa filsafat membantu kita memahami bagaimana bahasa berubah dan beradaptasi seiring waktu. Filsafat bahasa, sebagai cabang filsafat, membantu dalam menganalisis dan merumuskan konsep seperti makna, referensi, dan konvensi linguistik. Hal ini memungkinkan kita untuk memahami dinamika perkembangan bahasa dan bagaimana bahasa mencerminkan pemikiran dan budaya manusia.
Selain itu, Anda juga menyoroti pentingnya pencarian kebenaran dalam filsafat. Filsafat selalu terlibat dalam upaya mencari kebenaran dan pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan diri manusia. Proses pencarian kebenaran ini adalah inti dari metode filosofis dan terus mendorong perkembangan pemikiran manusia.
Dengan demikian, filsafat memiliki peran yang sangat istimewa dalam menggali makna dan bentuk bahasa, sementara juga berusaha untuk mencari kebenaran dalam berbagai aspek kehidupan. Pendekatan kritis dan reflektif yang dipersembahkan oleh filsafat memungkinkan kita untuk lebih memahami bahasa, makna, dan realitas di sekitar kita.
Penulis merupakan Mahasiswa Program Studi Doktor (S3) Ilmu Keguruan Bahasa, Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang