Oleh: Zuharmansyah
Saat kita menerima penghasilan dari pemberi kerja, bertransaksi dengan mitra baik dari sektor swasta, BUMN, maupun bendahara instansi pemerintahan, sering kali kita mendengar frasa uang yang diberikan ‘sudah dipotong pajak’. Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) semacam ini dalam sistem perpajakan dikenal sebagai withholding tax.
Proses pemungutan atau pemotongan pajak pada withholding tax dilakukan oleh pihak ketiga kepada wajib pajak yang memiliki kewajiban pajak. Selanjutnya, pajak yang sudah dipotong atau dipungut akan disetorkan ke negara.
Keuntungan yang diperoleh oleh wajib pajak dalam sistem withholding tax ini tentu saja untuk mengurangi pengeluaran biaya pajak yang perlu dibayarkan dalam pelaporan SPT (surat pemberitahuan) Tahunan PPh yang menjadi kewajiban dari wajib pajak. Pajak yang telah dipotong tersebut bagaikan deposit atau pajak yang dapat digunakan sebagai kredit pajak bagi pihak yang terkena pemotongan.
Namun, masih banyak wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang beranggapan bahwa setelah pajaknya dipotong atau dipungut, segalanya selesai. Sebenarnya, setiap pajak yang dipotong seharusnya disertai dengan bukti potong (bupot) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan bukti potong yang harus diberikan kepada wajib pajak yang penghasilannya telah dipotong. Bupot adalah dokumen yang diterbitkan oleh pemotong pajak sebagai bukti resmi yang menunjukkan bahwa pajak penghasilan atas suatu transaksi telah dipotong dan akan disetorkan ke kas negara.
Bupot ini merupakan dokumen yang dibuat oleh pihak yang melakukan pemotongan pajak sebagai tanda bukti bahwa mereka telah memotong sejumlah pajak dari penghasilan yang dibayarkan kepada pihak lain (penerima penghasilan). Bupot ini juga diterbitkan secara elektronik oleh pemotong/pemungut melalui aplikasi e-Bupot di akun pajak mereka melalui situs web pajak.
Bupot tersebut mencakup informasi terkait jenis pajak yang dipotong, jumlah pajak yang dipotong, identitas pihak yang melakukan pemotongan dan pihak yang dipotong, serta periode pemotongan. Dokumen bukti potong/pungut pajak yang diberikan kepada wajib pajak dapat digunakan oleh mereka sebagai tanda bukti pembayaran pajak yang telah dipotong atau dipungut.
Wajib pajak memiliki hak untuk mengkreditkan jumlah pajak yang tertera dalam bukti potong tersebut saat pelaporan SPT Tahunan. Oleh karena itu, pihak yang menerbitkan bukti potong wajib melaporkan semua transaksi perpajakannya melalui SPT Masa untuk memastikan tanggung jawab atas kewajiban perpajakan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2017 tentang Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan.
Wajib pajak juga perlu tahu beberapa contoh bupot yang diperoleh dari beberapa jenis pemotongan pajak, di antaranya pemberi kerja kepada karyawan maupun non karyawan. Kemudian, bupot oleh bendahara pemerintah pusat dan daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga negara lainnya terkait pembayaran atas penyerahan barang.
Selanjutnya, bupot oleh pemungut pajak dari wajib pajak atas penghasilan yang diperoleh dari modal (deviden, bunga, royalti, dan lainnya), penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21. Kemudian, bupot dari pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh wajib pajak tertentu misalnya perusahaan penerbangan atau pelayaran internasional, perusahaan dalam negeri, perusahaan luar negeri, perusahaan pengeboran migas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk Build Operate Transfer (BOT).
Terakhir, bupot PPh Final yang merupakan bukti pemotongan pajak penghasilan atas jenis penghasilan tertentu yang sifatnya final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang.
Untuk memperoleh bupot dan dokumen yang sah, wajib pajak bisa secara aktif meminta dokumen tersebut dari pemberi kerja atau pihak yang melakukan pemotongan pajak. Pastikan bahwa bukti potong tersebut mencakup informasi yang lengkap dan akurat, termasuk jumlah pajak yang dipotong serta identitas pemotong pajak.*
Zuharmansyah
Penyuluh Pajak Ahli Muda