Sementara itu, Dafrul Pasi, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Kota Payakumbuh meminta intervensi stunting tidak hanya dilakukan oleh sektor kesehatan saja, tetapi dilaksanakan secara bersama-sama karena tingkat keberhasilan program ini sangat mempengaruhi sektor non kesehatan dalam hal ini juga perubahan perilaku masyarakat.
Lebih lanjut, ia menyampaikan harapannya kepada semua peserta Rakor, agar secara bersama stakeholder untuk melakukan inovasi-inovasi.
“Hal ini agar upaya dalam pemenuhan gizi masyarakat terutama bagi mereka yang rentan stunting seperti Ibu hamil, Anak balita dan Gizi bisa terpenuhi, dan untuk sistem pelaporan dari perangkat daerah, saya berharap supaya disampaikan tepat waktu demi kelancaran pekerjaan percepatan penurunan stunting yang dilaksanakan secara holistik, integratif dan berkualitas yang mencakup intervensi spesifik dan intervensi sensitif yang dilakukan secara konvergen melalui kerjasama multisektor,” jelas Dafrul.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) dalam laporannya memberitahukan bahwa menurut data SSGI (Survei Studi Gizi Indonesia) di Sumatra Barat angka prevelensi stunting tahun 2022 berada di angka 11,3 persen dan di Kota Payakumbuh di tahun yang sama 6,2 persen.
“Berlanjut tahun 2023 berada di angka 4,1 persen, dan tahun 2024 diangka 2,20 persen. Untuk target keseluruhan dari pemerintah secara nasional dapat menurunkan angka stunting tahun 2024 agar berada diangka 14 persen,” ujarnya.
Ia menambahkan, adapun kegiatan yang telah dilaksanakan tahun 2022 antara lain pelaksanaan 8 aksi konvergensi.
“Pelaksanaan itu sebagai upaya manajerial penurunan stunting, pelaksanaan mini lokarya tingkat kecamatan, pelaksanaan rembuk stunting tingkat kecamatan, pelaksanaan audit kasus dan pelaksanaan verifikasi dan Validasi Keluarga Beresiko Stunting (KRS) dengan jumlah keluarga beresiko stunting di Kota Payakumbuh sebanyak 287,208 KRS,” pungkasnya.