Sumbarkita – Sejumlah pakar hukum menilai bahwa keputusan penghentian kasus dugaan politik uang di Pilkada Kota Payakumbuh merupakan tindakan yang keliru dan tidak tepat.
Sebelumnya, berkas penyidikan kasus dugaan politik uang di Pilkada Payakumbuh diserahkan kembali oleh kepolisian kepada Bawaslu Kota Payakumbuh, dengan alasan penyidik tidak berhasil menemukan keberadaan calon tersangka.
Ahli Hukum Tata Negara, Dr Khairul Fahmi mengaku bingung dengan keputusan tersebut. Menurutnya, keputusan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) merupakan kekeliruan polisi, jaksa dan Bawaslu Payakumbuh dalam memahami tata pemilihan.
“MK sudah memutuskan bahwa rezim pemilihan sama dengan rezim pemilu. Artinya jika dalam Pemilu bisa dilakukan pemeriksaan secara in absentia maka di Pilkada seharusnya juga bisa, kalau alasan in absentia digunakan untuk menghentikan proses hukum, jelas tidak tepat,” katanya kepada Sumbarkita pada Rabu (25/12).
Pakar Hukum Tata Negara ini juga menambahkan Gakkumdu seharusnya juga bisa membaca Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2018 yang mengatur pemeriksaan in absentia untuk pidana Pilkada.
“Dalam Perma 1/2018 pasal 3 ayat 3 sudah terang benderang disebutkan bahwa dalam pemeriksaan di pengadilan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa, lalu di Gakkumdu kenapa tidak bisa tanpa ada keterangan calon tersangka?,” terang jebolan Doktoral UGM ini.
Hal yang sama juga diungkapkan Dekan Fakultas Hukum UMSB, Wendra Yunaldi. Ia menilai bahwa keputusan Gakkumdu akan menjadi modus baru bagi pelaku politik uang di masa yang akan datang. Seharusnya penyidik harus bertindak progresif dalam mengungkap kasus ini.