SUMBARKITA – Kota Padang sejak ratusan tahun silam merupakan kota yang strategis lagi penting. Tak heran, berbagai bangsa telah berdatangan ke kota yang berdiri di pesisir pantai Sumatera ini.
Bukti paling autentik yang bisa ditemukan hingga kini antara lain tersebar di 11 kecamatan di Padang, yakni sejumlah bunker dan benteng peninggalan Jepang.
“Kota padang letaknya sangat strategis. Pintu menuju daerah pedalaman. Dari zaman dulunya, menjadi tempat yang harus ditaklukkan jika ingin menguasai daerah pedalaman,” terang Kepala Seksi Cagar Budaya dan Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang, Marshalleh Adaz kepada Sumbarkita, Minggu (7/8/2022).
Baca Juga : Perlu Sinergi dalam Pelestarian Situs Bersejarah di Kota Padang
Menurutnya, apabila dikelola menjadi potensi wisata, akan bagus bagi kebudayaan dan perekonomian daerah.
Namun, pria yang akrab disapa Ad itu sadar untuk melakukan perbaikan bangunan-bangunan lama itu tentu membutuhkan biaya.
Oleh karena itu, ia sadar akan banyaknya kekurangan dalam pengelolaan bangunan-bangunan cagar budaya di Kota Padang sebagai warisan sejarah, antara lain karena keterbatasan dana.
Dengan demikian, Ad menyarankan pemerintah kota untuk aktif mencari dan menggandeng investor yang bisa mendukung pengelolaan bangunan cagar budaya.
“Apabila mengandalkan APBD, tidak cukup. Perlu menggandeng investor. Kapan perlu , minta tolong ke Jepang, bisa kita kelola bunker yang ada di Gunung Pangilun, Teluk bayur, Batu busuk, Padang Besi, Ulak Karang, Lubuk Buaya, dan daerah-daerah lainnya. Kalau misalnya itu dikemas, Padang bisa menjadi kota wisata sejarah,” imbuhnya.
Baca Juga : Ditemukan Lubang Jepang di Padang, Jadi Objek Wisata Baru?
Namun, saat ini, ia mengaku sulit untuk memecahkan persoalan dilematis dalam pengelolaan cagar budaya, yakni terkait bangunan yang berdiri di atas tanah bersertifikat.
“Memang dalam UU Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010. Segala bangunan yang menyerupai bangunan sejarah, menjadi kewenangan bagi negara untuk mengelola dan melestarikannya. Dan bagi pemilik yang terbukti memiliki, wajib menyerahkan ke negara untuk dikelola,” sebutnya.
Ia menambahkan, apabila saat ini sepenuhnya UU tersebut dilaksanakan, tentu akan menimbulkan kontroversi
“Misalnya ada sebuah benteng, sedangkan tanahnya sudah bersertifikat. Dengan begitu tentu harus ada ganti rugi. Apakah pemerintah siap. Di satu sisi masyarakat pun tidak tahu, akan diapakan bangunan lama seperti itu,” jelas Adaz.