SUMBARKITA.ID — Cita-cita Indonesia untuk menjadi “Raja Baterai” bukanlah hal mustahil dengan keberadaan komoditas tambang sebagai sumber bahan bakunya terdapat di dalam bumi negeri ini.
Tidak hanya sejumlah komoditas tambang andalan seperti nikel, emas, tembaga, batu bara, maupun timah, namun ternyata Indonesia juga memiliki sumber daya tambang yang belum dikembangkan.
“Harta karun” terpendam ini bernama logam tanah jarang (LTJ) atau Rare Earth Element. Komoditas ini dinamai logam tanah jarang karena didasarkan pada asumsi yang menyatakan bahwa keberadaan logam tanah jarang ini tidak banyak dijumpai. Namun pada kenyataannya, LTJ ini melimpah, melebihi unsur lain dalam kerak bumi.
Sumber daya logam tanah jarang ini banyak dicari oleh banyak pihak. Pasalnya, “harta karun” ini memiliki banyak manfaat dan bisa digunakan sebagai bahan baku dari berbagai peralatan yang membutuhkan teknologi modern saat ini, antara lain sebagai bahan baku untuk baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
Komoditas ini memang belum diproduksi di Indonesia, namun Indonesia juga memiliki sumber “harta karun” terpendam ini.
Indonesia memang belum memiliki data utuh terkait total sumber daya logam tanah jarang ini karena masih minimnya penelitian terkait LTJ di Tanah Air.
Namun berdasarkan buku “Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia” oleh Pusat Sumber Daya Mineral, Batu Bara dan Panas Bumi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada 2019, sumber daya logam tanah jarang yang berhasil diteliti di beberapa wilayah tercatat setidaknya mencapai 72.579 ton, berasal dari endapan plaser dan endapan lateritik.
Pusat Sumber Daya Geologi-Badan Geologi pada 2014 melakukan kajian untuk mengetahui potensi sumber daya LTJ dalam endapan tailing di wilayah Pulau Bangka dengan menggunakan metoda interpretasi remote sensing.
Hasil kajian menunjukkan tebal endapan tailing 4 m s.d. 6 m, luas total endapan tailing 500.000 ha, sehingga diperoleh volume 5.500.000.000 m3. Dengan kadar total LTJ 9,5 gr/m3, maka tonase LTJ mencapai 52.387.500.000 gr atau 52.000 ton.