Sumbarkita – Koalisi Masyarakat Anti Korupsi mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumbar dan penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan korupsi di tubuh pemerintah Kabupaten Solok Selatan.
Dalam siaran pers pada Rabu, 8 Mei, Muhammad Jalali dari Koalisi Masyarakat Anti Korupsi menyebut ada beberapa dugaan korupsi yang mesti mendapatkan perhatian dari publik luas.
Di antaranya dugaan korupsi Pamsimas dengan estimasi kerugian negara Rp7,1 miliar, dugaan korupsi pembangunan sentral kopi dan dugaan korupsi hutan lahan negara yang diduga dikelola oleh Adik ipar Bupati Solok Selatan sekitar 650 Ha di Kecamatan Sangir Balai Janggo (SBJ).
“Dugaan kasus korupsi proyek Pamsimas di Solok Selatan yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Solok Selatan patut dipertanyakan lagi keseriusan dari kejaksaan dalam menuntaskan kasus tersebut. Sebab sudah berbulan-bulan dalam tahap penyidikan namun belum juga diumumkan siapa tersangkanya, pihak kejaksaan selalu beralasan dalam tahap pemanggilan saksi ahli untuk menghitung berapa kerugian negara dalam proyek air minum berbasis sanitasi berbasis masyarakat yang sampai hari ini masyarakat tidak merasakan manfaatnya. Kami tidak ingin kasus ini masuk angin dan hilang begitu saja,” demikian bunyi siaran pers tersebut, dikutip Sumbarkita.
Terkait dugaan korupsi proyek Pamsimas, menurut Koalisi Masyarakat Anti Korupsi, proyek Pamsimas mestinya bisa memenuhi kebutuhan air bagi warga. Air merupakan barang publik yang fundamental bagi kehidupan dan kesehatan. Hak Asasi Manusia atas air merupakan hal yang sangat dibutuhkan untuk menjalani hidup sebagai manusia yang bermartabat. Hak atas air adalah prasyarat bagi realisasi dari berbagai HAM lainnya.
Kemudian terkait dugaan korupsi lahan negara seluas 650 Ha di Kecamatan Sangir Balai Janggo, Bupati Solok Selatan, Khairunas dipanggil oleh Kejati Sumbar.
“Kasus ini ditengarai akibat adanya penanaman sawit di hutan negara tanpa izin. Di mana bupati bersama kelompok tani yang dikelola adik iparnya menggunakan lahan hutan negara dengan menanam sawit seluas 650 hektar di daerah itu tanpa hak guna usaha (HGU),” lanjut keterangan siaran pers.