Menurutnya, sebelum kasus tersebut bergulir di ranah kepolisian, keluarga Sumarni pemilik rumah makan Serumpun Bambu pernah mengeluarkan bahasa bernada ancaman kepada masyarakat yang lewat di depan rumahnya dengan kata-kata, ‘walaupun keluarga kalian ada pangkat 5 di bahu, dia tidak akan bisa mencabut laporan tersebut’. Bahkan waktu itu, dia juga mengancam akan ada 5 orang lagi yang akan ditangkap dalam kasus tersebut.
“Saya sangat bermohon kepada penegak hukum di Pesisir Selatan agar bisa melihat kasus ini secara profesional. Saya berharap orang tua saya Iwes, adik saya Bima dan Raju bisa terlepas dari jeratan hukum saat ini,” katanya penuh harap.
Sementara itu, Rudi Trigandi (40) paman dari tersangka Raju (pelajar SMA) menjelaskan kronologi kejadian perusakan dan pembakaran pondok lesehan di Pasir Alai tersebut, ia bercerita kejadian tersebut berawal pada tanggal 13 April 2023 pada bulan puasa atau satu minggu menjelang lebaran Idul Fitri.
Kala itu, kata dia, seorang pedagang di Pasir Alai bernama Neneng (ponakan dari Salaudin) membeli karoke. Kemudian karoke tersebut disetel dengan bunyi kadang lambat, kadang keras. Kemudian dipanggil Heru (adik kandung Neneng) oleh Salaudin (suami Sumarni pemilik rumah makan Serumpun Bambu) dan diminta olehnya untuk mengecilkan volume karoke tersebut. Permintaan itu dituruti oleh Neneng. Namun beberapa hari kemudian, Salaudin masih tidak menerima, dengan alasan karoke tersebut mengganggu kakak dari istrinya yang sedang sakit bernama Si Yus.
Selang beberapa hari, keluarga rumah makan Serumpun Bambu mengambil tindakan dengan cara memagar jalan ke tempat wisata Pasir Alai dengan kawat dan dicor ke tanah, tepatnya di depan pondok Ujang (pedagang ikan). Melihat kondisi itu, pedagang Pasir Alai bersama pemuda dan tokoh masyarakat setempat meminta agar permasalahan Salaudin dengan Neneng diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa merugikan banyak pihak. Namun, keluarga rumah makan Serumpun Bambu tidak menghiraukannya. Selanjutnya, pedagang, pemuda beserta perwakilan tokoh masyarakat setempat berupaya dengan itikad baik menemui keluarga rumah makan Serumpun Bambu adik kandung Sumarni, yaitu Firdaus yang menjabat sebagai Kadis Perikanan Kabupaten Pesisir Selatan berdomisili di Sago.
“Saat itu kami bermohon agar persoalan ini dapat diselesaikan secara baik-baik. Kami meminta agar pagar tersebut dibuka kembali, karena hari mau lebaran Idul Fitri. Sebab, kami yakin beliau seorang yang berpendidikan dan dianggap bisa menengahi permasalahan tersebut. Saat kami menceritakan masalah tersebut, Firdaus sangat terkejut dan berkata, ‘maso iyo pasia nyo paga dek keluarga ambo? Bialah, bisuak hari Senin ambo pulang, ambo benahi bisuak’. Namun keluarga rumah makan Serumpun Bambu tidak pernah menggubris permohonan masyarakat tersebut, malahan dijawab dengan kata-kata kasar dan arogan,” kata Rudi.
Selanjutnya, pedagang bersama pemuda dan tokoh masyarakat setempat mencari solusi dengan mendatangi kantor Wali Nagari Amping Parak untuk berdiskusi bersama wali nagari dan perangkatnya.
“Kami bermohon agar persoalan ini bisa diselesaikan secara baik-baik untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari. Namun hal tersebut tidak juga menemui titik terang,” ucapnya lagi.