Sumbarkita – Sebanyak 400 perkara perceraian teregistrasi di Pengadilan Agama Pariaman pada Januari hingga pertengahan Maret 2025. Dari jumlah tersebut, mayoritas gugatan diajukan oleh istri. Perlu diketahui, wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Pariaman mencakup daerah Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman.
Hakim Pengadilan Agama Pariaman, Armen Ghani mengatakan bahwa sebagian besar kasus perceraian terjadi akibat hal-hal sederhana yang sebenarnya bisa diselesaikan melalui komunikasi dan mediasi keluarga. Namun, kurangnya keterlibatan keluarga besar, terutama niniak mamak, membuat pasangan suami istri lebih memilih jalur hukum daripada berdamai.
“Kita melihat banyak kasus yang sebenarnya tidak terlalu berat, seperti masalah ekonomi, komunikasi, atau campur tangan pihak ketiga. Namun, karena tidak ada pihak yang berusaha mendamaikan, akhirnya berujung pada perceraian,” tambahnya.
Secara spesifik Armen Ghani menyoroti kurangnya peran niniak mamak dalam menyelesaikan konflik rumah tangga, meskipun mereka memiliki peran penting dalam pernikahan adat Minangkabau.
“Saat pernikahan, niniak mamak turut serta dalam prosesi dan menjadi saksi kebahagiaan pasangan. Namun, saat terjadi konflik rumah tangga, peran mereka justru minim atau bahkan tidak ada. Padahal, jika ada upaya damai yang serius, banyak perceraian bisa dicegah,” ujar Armen Ghani, Jumat (14/3).
Menurutnya, niniak mamak memiliki peran penting dalam membimbing anak kemenakan mereka, termasuk dalam urusan rumah tangga. Namun, seiring dengan perubahan zaman, peran ini mulai terkikis. Banyak pasangan muda yang lebih memilih menyelesaikan konflik rumah tangga secara mandiri tanpa melibatkan keluarga besar.