“Sementara produksi kopi juga dalam ancaman berbagai hama dan penyakit,” kata Wengki.
SL Kopi, sambungnya, hadir untuk mengurai berbagai permasalahan dan tantangan yang dihadapi petani kopi. Sekaligus membekali berbagai strategi dan solusi untuk kedaulatan ekonomi petani kopi.
“SL Kopi pertama dilaksanakan Rabu 13 Juli, bertempat di pondok belajar pangan berkelanjutan, Lubuk Gadang, Solsel,” katanya.
Menurut Wengki sudah saatnya petani kopi menjadi manajer di lahannya sendiri. Melalui SL kopi ini diharapkan petani kopi dapat saling menguatkan.
“SL ini wadah bagi petani dan kita semua untuk berbagi pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan, mengenali masalah yang dialami, menganalisa penyebab dan menemukan solusi,” ucapnya.
Walhi Sumbar percaya, petani memiliki pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang luar biasa. Namun, sistem ekonomi yang mengkapitalisasi pertanian menyebabkan sistem pertanian bergantung pada modal besar.
“Selama kita tidak bisa lepas dari sistem pertanian kapitalis, maka selama itu petani tetap tidak akan menjadi tuan di tanah dan negerinya sendiri,” katanya.
Walhi Sumbar berpandangan, tidak ada acara lain, selain bergandengan tangan, berjuang secara kolektif. Kerja sama berbagai pihak diperlukan guna menjawab tantangan yang dihadapi.
“Bersama petani, Walhi Sumbar akan terus bersinergi dengan berbagai pihak, baik dengan tokoh-tokoh pertanian organik, termasuk dengan Pemda, bergerak bersama menuju petani sejahtera dengan pengelolaan lahan secara lestari,” tambah Wengki.